Lihat ke Halaman Asli

Jhon Sitorus

TERVERIFIKASI

Pengamat Politik, Sepakbola, Kesehatan dan Ekonomi

Optimisme Eksistensi Ekonomi Indonesia di Tengah Ancaman Resesi

Diperbarui: 17 November 2019   09:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Shutterstock via KOMPAS.com

Perekonomian dunia sedang diguncang oleh bahaya resesi. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Singapura, Inggris, Turki, dll sedang mengalami penurunan pertumbuhan perekonomian dalam dua kuartal berturut-turut.

Hal ini membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia direvisi dari 3,5% menjadi 3% saja seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi lebih dari 70 negara dunia yang mengalami resesi dan diambang bahaya resesi.

Ketidakpastian global ini juga dipengaruhi oleh perang dagang yang belum berakhir antara AS dan Tiongkok, ketegangan Geopolitik di Hongkong yang belum mereda, kontraksi kinerja ekspor di 72 negara yang cenderung menurun, fluktuasi harga komoditas, dan pelemahan aktivitas manufaktur di berbagai negara. Bahkan Tiongkok saja mengalami pertumbuhan industri terendah dalam 17 tahun terakhir.

Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia justru merupakan negara yang tahan resesi karena apa? Perekonomian negara Indonesia sebagian besar ditopang oleh angka konsumsi rumah tangga yang sangat tinggi sehingga mampu bertahan di atas 5%.

"Kalau dilihat komposisi ekspor-impor masih berimbang dan konsumsi rumah tangga masih bisa dipertahankan," kata Iskandar Simorangkir, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Ekonomi di Forum Merdeka Barat (FMB9) dengan tema  "APBN Menjawab Ancaman Resesi", di Kemenkominfo, Jakarta, Jumat (15/11/2019).

Konsumsi Rumah Tangga masih menjadi pendorong utama PDB Indonesia dengan share mencapai 56%. sumber : Kemenko Ekonomi

Kemudian, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus sebesar 161 juta Dolar AS per bulan Oktober 2019 meski dalam kondisi mengalami penurunan nilai ekspor sebesar 7,8%, tetapi juga mengalami penurunan nilai impor 9,9% yang lebih jauh. Ekspor migas tumbuh sebesar 11,58% sedangkan non migas tumbuh 5,58%.

Sebagian besar komponen barang impor tersebut merupakan barang konsumsi dan bahan baku/penolong sehingga mendorong dan memfasilitasi tingginya angka konsumsi sebesar 54% dari total PDB. Jadi, pelemahan kinerja ekspor ini tertolong oleh kinerja impor yang menurun juga.

Untuk melepas jeratan resesi ini, kita harus mengatasi pelemahan nilai ekspor dengan memberdayakan domestik. Caranya adalah barang yang tidak diserap pasar ekspor akan dijual di dalam negeri agar tidak mengalami kerugian, karena barang untuk ekspor tersebut otomatis akan menumpuk oleh produksi barang berikutnya.

Faktor lain yang tak kalah menentukan Indonesia dari jeratan resesi global adalah Easy of Doing Business (EODB) Indonesia yang berada di peringkat 73 dari 190 negara. 

Artinya, para Investor masih memiliki kepercayaan dan kenyamanan pelayanan berinvestasi di Indonesia untuk menanamkan sahamnya meski masih kalah dibanding Vietnam yang berada diperingkat 70.

Kemudahan ini kemudian membuat Indonesia masih menjadi daya tarik Investasi bagi para investor. Berdasarkan data The Economist, Indonesia menjadi negara paling banyak diminati oleh investor asing setelah India dan Tiongkok di Asia per tahun 2019.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline