Lihat ke Halaman Asli

Rut Sri Wahyuningsih

Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Menasehati Berujung Pemecatan, Ironi!

Diperbarui: 18 November 2022   22:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: desain pribadi

Apa jadinya ketika sebuah nasehat malah berujung ancaman dipecat dari pekerjaannya? Guru, adalah sosok yang digugu ( dipercaya) dan di tiru (dicontoh), maka wajar jika lisannya selalu bermuatan kalimat nasehat, demikian pula dengan perilakunya yang selalu layak untuk menjadi teladan sebab yang paling pertama melakukan. Ia dengan sadar menempa dirinya agar layak dipercaya dan ditiru. 

Demikian pula dengan lisan penguasa, dimana dia adalah orang yang memiliki kewenangan memutuskan perkara atau sengketa. Jika kemudian yang keluar dari lisannya justru kata-kata yang tak berdalil bahkan menentang syariat, apa jadinya rakyat yang dia pimpin?

Islam mewajibkan bagi setiap pere mpuan yang sudah haid untuk menutup auratnya. Dalilnya jelas dalam Alquran dan hadist.  Maka menjadi kewajiban bagi setiap orang untuk melatih anak untuk menutup auratnya sejak dini.

Tentu tidak boleh menggunakan kata-kata paksaan melainkan dengan lembut dan ditambahi dengan pemahaman yang mudah dicerna oleh akalnya, bahwa ini adalah perintah Allah SWT yang telah menciptakan dia dengan kasih sayang, dilakukan secara bertahap sesuai dengan usia.

Ini bukan pemaksaan, melainkan pembiasaan. Setiap kebaikan memang awalnya harus dipaksa. Ketika anak masuk usia sekolah, gurulah pengganti sementara yang mewajibkan pembiasaan menutup aurat tersebut. Hal ini adalah lazim, sesuatu yang memang sudah menjadi kewajiban guru. 

Ironinya, di negeri dengan mayoritas penduduknya muslim ada semacam pendapat nyeleneh terkait kewajiban menutup aurat ini. Nasehat dianggap perundungan, bullying dan lebih bodohnya lagi dikaitkan dengan pemahaman atau kelompok tertentu. Inilah wajah asli demokrasi kapitalis. Dimana asasnya adalah sekuler yaitu pemisahan agama dari kehidupan. 

Meskipun salah satu prinsip yang dijunjung tinggi adalah kebebasan beragama, namun Islam tak pernah mendapat tempat terbaik dalam benak pemeluknya. Padahal seorang muslim sudah semestinya hanya tunduk dengan syariat, hukum-hukum Islam.  Namun karena lemahnya berpikir benar telah berdampak signifikan pada perilaku yang justru bertentangan dengan apa yang ia imani. 

Ditambah dengan stigma negatif Islam perusak, agama pendatang, radikalisme, terorisme dan lain sebagainya telah menciutkan nyali para generasi kini untuk belajar dan memperjuangkan Islam dengan baik dan benar. Berujung pada penyikapan menutup aurat dianggap melanggar hak asasi seseorang atas tubuhnya dan tidak boleh seorangpun memaksa dia. 

Pendidikan berbasis sekuler juga turut memperparah merebaknya islamopobia, apa yang digagas petinggi negeri ini memang tidak jauh dari ratifikasi kebijakan global yang memang sedang berusaha keras melemahkan taraf berpikir rakyat Indonesia. Semua agar kaum muslim tersibukkan tak tak berpikir untuk bangkit mengadakan perubahan dan menjemput janji Allah yaitu dimenangkan atas agama-agama yang lain. 

Semestinya para petinggi negeri pemangku kekuasaan sadar sepenuhnya bahwa generasi muda muslim hari ini sedang tidak baik-baik saja. Kasus KDRT yang melibatkan korban anak-anak, pergaulan bebas, perzinahan, materialistik, melihat peristiwa tertipunya lebih dari 100 mahasiswa IPB oleh pinjaman online menunjukkan betapa pragmatisnya sikap mereka yang menganggap kekayaan materi adalah segalanya dan pangkal kebahagiaan. Tanpa melihat halal atau haramnya lagi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline