Lihat ke Halaman Asli

JBS_surbakti

Penulis Ecek-Ecek dan Penikmat Hidup

Apakah Hanya Beras?

Diperbarui: 15 November 2021   20:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bung Karno dan Petani - "Penyangga Tatanan Negara Indonesia" | Sumber : Dokumen Setneg

Setiap negara memiliki makanan pokok masing-masing. Dikategorikan sebagai makanan pokok karena memiliki sumber kalori utama yang dibutuhkan oleh tubuh untuk hidup. 

Asal usul terbentuknya makanan pokok ini adalah terkait upaya mempertahankan kehidupan dan selanjutnya mengupayakan terpenuhinya sumber makanan terkenomis dengan memperhitungkan setidaknya pada 2 faktor utama, yaitu “tempat (lahan dan iklim/letak geografis) dan budaya.” 

Misalkan saja makanan pokok di Asia di dominasi oleh beras. Gandum dan kentang di Amerika dan Eropa, jagung di Afrika, Eropa dan Amerika, dan ubi di kawasan Mediterania, Eropa serta Asia.

Secara naluriah terbentuknya budaya makanan pokok ini pastinya tidak terlepas dari kondisi alam dan tanah pertanian yang tersedia di kawasan tersebut. 

Hitung-hitungan ekonomisnya adalah bahwa makanan pokok itu cepat diproduksi secara masal dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat. Serta tentunya menyehatkan bagi tubuh manusia itu sendiri.

Dengan kata lain dapat disampaikan bahwa “Beras atau nasi bukan satu-satunya makanan pokok.” Tidak makan nasi di bagian belahan dunia lain ternyata manusia bisa hidup.

Sedikit menjadi sebuah hipotesa awal dari data di atas maka fakta menyebutkan, bahwa pilihan akan kebutuhan makanan pokok bila dihubungkan dengan kondisi tubuh manusia tidak dimonopoli hanya pada satu jenis bahan makanan pokok saja. 

Sejak lahir bagi saya pribadi hingga saat ini, pilihan satu-satunya makanan pokok (terbentuk dalam mindset dan budaya atau kebiasaan dalam komunitas) adalah beras atau nasi. 

Bahkan nasi adalah simbol kemakmuran, kesejahteraan dan kesehatan. Jarang dijumpai, saat sebuah penyelenggaraan pesta besar atau sekadar acara kecil-kecilan sekalipun tanpa adanya hidangan berupa nasi.

Lucu juga rasa-rasanya pada sebuah pesta pernikahan di meja-meja makanan yang terhidang itu pisang rebus, singkong rebus, jagung dan makanan sejenis lainnya berdampingan dengan gulai ayam dan rendang.

Sebuah budaya dan atau apakah memang tubuh sudah tersugesti harus makan nasi saja. Pengalaman sehari-hari digambarkan dengan istilah “Belum klop kalau tak makan nasi” apalagi saya sebagai orang Sumatera yang sejak lahir mengibaratkan nasi adalah sumber kehidupan satu-satunya. 

Tak makan nasi, perut rasanya gak kenyang-kenyang atau belum duduk. Demikian yang selama ini dirasakan. Tidak makan nasi meski sudah mencicipi makanan lain dengan jumlah atau porsi besar maka seakan tubuh dan pikiran mengatakan “Maaf, Kamu belum makan.”

Benarkah demikian? Apakah pilihan awal sejak manusia lahir terhadap sumber makanan pokok akan membuat candu? Mari berpetualang dan mencari tahu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline