Lihat ke Halaman Asli

Jati Kumoro

nulis di podjok pawon

Puber Kedua yang Berlalu Begitu Saja

Diperbarui: 23 Desember 2020   19:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Kira-kira sebulan yang lalu penulis menerima pesan di messenger seperti ini. "Selamat pagi pak Jati, saya senang sekali membaca postingan bapak di grup XYZ. Perkenalkan saya Anu, pak.. mahasiswi ITU. apakah saya boleh meminta wa njenengan nggih? Saya ingin berdiskusi dgn njenengan terkait dgn Mataram Kuna lebih dalam lagi, terimakasih."

Selesai membaca pesan tersebut,  penulis tertawa terbahak-bahak sampai isteri dan anak-anak heran. Baru setelah ikut membaca pesan yang masuk itu mereka berdua jadi paham kenapa penulis tertawa.

Reaksi spontan mereka berdua setelah tahu jika yang mengirim pesan itu adalah seorang mahasiswi, sudah dapat diterka. Isteri merasa tak suka, begitu juga anak-anak ini dengan adanya pesan dari seorang wanita, apalagi wanita muda dengan status seorang mahasiswi, lajang lagi dalam bio-nya, yang ditujukan kepada penulis.

Untuk membuat situasi yang tak mengenakkan di dalam keluarga, penulis menunjukkan apa jawaban penulis kepada mahasiswi tersebut. 

Jawaban penulis itu seperti ini, "...Aduh, maaf jangan mbak. Saya bukan orang sejarah apalagi arkeologi. Saya cuma suka nulis saja dg ambil bahan di internet. Satu biji buku sejarah pun saya tak punya mbak. Saran saya mbak bisa belajar ke yg benar2 ngerti sejarah seperti mas NZ atau malah ke mas GAS yg ngerti epigrafi."

Penolakan halus seperti itu tampaknya tak menyurutkan keinginannya, dijawabnya pesan itu dengan kalimat, "...tp saya suka dgn tulisan bapak."

Akhirnya penulis mengambil keputusan dengan menjawab, "Ya monggo, tapi saya bisanya diskusi di kolom komentar pas kalo saya nulis . Kalo di hp nggak bisa, soale ini hp ibunya anak2 dan juga buat kerja ngurusi order snack jajan pasar."

Nah, begitu tahu bahwa penulis dan isteri itu menggunakan satu handphone buat berdua, akhirnya si mbak mahasiswi itu tak lagi menghubungi penulis.

Sudah dua puluh tahun lebih penulis membina rumah tangga, tak pernah ada persoalan yang menyangkut soal wanita dan sebaliknya juga menyangkut soal lelaki yang membuat penulis bertengkar dengan isteri. Baru sekali ini penulis menerima sikap yang tak mengenakkan dari isteri gara-gara ada pesan dari seorang perempuan di messenger.

Selama mengarungi kehidupan berumah tangga, penulis sama sekali tak merasakan adanya sebuah fenomena yang dikenal dengan nama puber kedua. Apalagi jika masalah puber kedua itu dikaitkan dengan adanya hasrat untuk berselingkuh. Sama sekali tak ada. Bahkan dapat dikatakan bahwa masa puber kedua penulis itu berlalu begitu saja.

Perasaan mengagumi perempuan yang cantik dan seksi itu wajar saja bagi seorang lelaki normal seperti penulis. Banyak perempuan yang jauh lebih cantik dan seksi dibanding isteri sendiri. Adalah bohong jika mengatakan bahwa isteriku adalah perempuan tercantik di dunia. Memangnya kedua mata sudah katarak dan tak mampu melihat?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline