Lihat ke Halaman Asli

Alarm untuk Mahkamah Konstitusi

Diperbarui: 2 Juni 2025   10:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saksi fakta dan saksi ahli uji materi di MK (screenshoot video MK-RI). 

Jakarta, 1 Juni 2025 --- Apa jadinya jika pemerintah bisa menyita harta pribadi warganya tanpa pernah membuktikan utang secara sah di pengadilan? Apa jadinya jika seseorang ditetapkan penanggung utang triliunan rupiah, padahal bukti otentik jelas menunjukkan tidak pernah menerima uang? Bahkan, tidak menandatangani skema penyelesaian apa pun? 

Itulah kenyataan yang dialami Andri Tedjadharma, warga Jakarta Barat, dalam pusaran kasus Bank Centris Internasional yang telah berlangsung hampir dua dekade. Kini, dua pakar hukum ternama---Dr. Maruarar Siahaan dan Prof. Dr. Nindyo Pramono --- angkat bicara sebagai saksi ahli, untuk menguji konstitusionalitas Perppu No. 49 Tahun 1960 tentang PUPN yang digunakan sebagai dasar penyitaan.

Hasilnya? Mengguncang.

Suara Maruarar dan Nindyo 

Dalam sidang uji materi yang digelar di Mahkamah Konstitusi, Rabu (28/5) pekan lalu, Maruarar Siahaan, mantan Hakim Konstitusi 2003--2008, menyampaikan pernyataan yang tajam:

"Konstitusi menjamin tidak boleh nyawa, martabat, dan harta seseorang dirampas tanpa  due process of law, proses hukum yang sah. Tidak boleh ada tindakan sewenang-wenang meskipun negara mengklaim sebagai kreditur."

Maruarar menggarisbawahi bahwa dalam sistem hukum yang adil, siapa pun yang dituduh berutang berhak menyampaikan bantahan, bukti, dan mendapat peradilan yang netral. Ia mempertanyakan dasar negara melakukan penyitaan terhadap Andri dan Bank Centris Internasional, padahal tidak ada bukti penerimaan dana dari Bank Indonesia (BI).

"Bener-bener berutang nggak? Kalau jangan-jangan nggak berutang, itu akhirnya gimana?" sindirnya kepada wartawan.

Pernyataan Maruarar itu tidak mengada-ada. Didasarkan bukti kuat, bukti otentik audit BPK yang telah digunakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun tidak ditanggapi sama sekali oleh pemerintah. 

Maruarar membeberkan kejanggalan paling mencolok dari hasil audit resmi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK menemukan bahwa dana dari Bank Indonesia tidak masuk ke rekening Bank Centris Internasional, melainkan ke rekening berbeda atas nama asing: Centris International Bank dengan nomor rekening berakhiran 000, sementara rekening Bank Centris Internasional berakhiran 0016.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline