Lihat ke Halaman Asli

Isnaini Khomarudin

editor lepas dan bloger penuh waktu

Ramadan Saat Pandemi, Saatnya Genjot Ilmu dan Jalin Silaturahmi

Diperbarui: 14 April 2021   23:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemegahan Namira suatu senja, sungguh menawan hati. / dokpri

Wabah Corona memang tak terduga. Dulu saat kali pertama muncul di Wuhan, sepertinya itu virus yang nun jauh di sana, tak akan singgah ke Tanah Air---apalagi sampai merambah ke desa-desa. 

Namun fakta berbicara berbeda, pandemi rupanya bercokol sampai ke Bumi Nusantara, masuk ke kampung dan dusun seperti jamur di musim hujan. Saya pikir kasusnya hanya akan beredar di kota besar seperti flu burung atau flu babi dulu.

Bukan cuma cara orang berinteraksi yang berubah, gaya belajar dan mencari nafkah pun menyesuaikan kondisi. Bahkan pada Ramadan tahun kedua pun wabah seolah enggan sirna. 

Di sana sini masih banyak orang yang mengabaikan protokol kesehatan. Anjuran pemerintah dianggap angin lalu, tak heran virus seperti ogah menjauh. Pakai masker dan prokes lain malah terlihat aneh dan asing, sungguh fenomena yang bikin canggung.

Dari semua yang terjadi, saya merasakan kegetiran sebab belum bisa beraktivitas secara leluasa, terutama berjemaah di masjid saat Ramadan. Ada perasaan waswas mengingat jemaah lain belum bisa tertib sesuai aturan. Akhirnya ya kami sekeluarga masih menjalankan ibadah Ramadan di rumah. tak jauh berbeda dari tahun lalu. 

Serupa tapi tak sama

Kalau praktik puasa sih nyaris tak ada perbedaan, sama seperti tahun 2020 ketika pandemi bermula. Selain itu, masih ada tiga kegiatan lain yang sangat saya rindukan tapi belum bisa dikerjakan sebab pandemi belum pergi. Anak-anak pun merasakan kehilangan karena tiga program itu terpaksa kami tiadakan.

1 | Buka puasa bersama

Ada kegembiraan tersendiri bagi kami untuk ikut meramaikan buka puasa bersama di Masjid Namira, yakni masjid megah di Desa Jotosanur Lamongan. Bukan hanya makan bersama yang asyik, tapi juga kesempatan meraup ilmu dari kajian sebelum berbuka yang membuat kami betah datang setidaknya dua kali seminggu. Kini tak ada lagi kesempatan itu, sama seperti tahun lalu, karena wabah belum pupus.

2 | Tarawih dan iktikaf

Setelah berbuka, kami biasanya meneruskan sampai tuntas shalat tarawih di masjid yang sama. Selepas tarawih pun diadakan sesi pengajian dengan narasumber yang sama saat kajian berbuka. Biasanya pemateri melanjutkan kajian yang belum tuntas atau memperdalam bahan yang tadi disampaikan. Sungguh kangen masa belajar seperti itu. Selalu ada ilmu atau wawasan baru.  

Pada 10 hari terakhir saya dan anak-anak, kadang istri juga turut serta, mengikuti agenda yang lebih panjang. Sejak sebelum magrib kami bersiaga di Namira sampai esok hari. Ya kami ikut iktikaf di masjid itu yakni menginap sekaligus di masjid yang juga diisi dengan tausiyah. Menu sahur disediakan panitia, kami tinggal siapkan energi dan bekal yang dirasa perlu seperti selimut atau multivitamin.

3 | Berbagi bareng komunitas

Hal ketiga yang saya rindukan karena belum bisa dilakukan sekarang adalah membagikan nasi untuk berbuka puasa kepada para pejalan, juga ke panti setiap hari Minggu selama Ramadan. Jadi ada 4 kali kesempatan kami membagikan nasi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline