Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Meninggalkan Dunia Hitam, Tak Ada Lagi Ritual Mencabut Uban

Diperbarui: 24 Oktober 2021   11:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi uban yang mulai tumbuh|dok. istimewa/merdeka.com

Pagi Minggu (24/10/2021), saya kebetulan lagi malas ke mana-mana. Sebetulnya, bukan kebetulan juga, karena pemalas itu sudah jadi penyakit saya sejak lama.

Sambil mengaca memandangi wajah sendiri, saya bertanya-tanya dalam hati, kenapa ya saya terlihat tua dan lelah?

Apakah waktu demikian cepat berlalu? Perasaan saya baru kemarin perayaan tahun baru 2021, sekarang kalender 2021 sudah hampir berakhir.

Mata saya lama terpaku menatap rambut. Saya bersyukur masih punya rambut yang merata di semua bagian kepala.

Padahal, tidak sedikit teman saya seusia yang kepalanya bolong-bolong, pada bagian tertentu licin tanpa rambut.

Bahkan, yang kepalanya tanpa sehelai rambut pun juga ada, sehingga sering dipakai untuk mengaca oleh teman-teman saya.

Agar teman saya tidak bisa lagi mengaca, teman yang berkepala plontos ini akhirnya selalu memakai topi.

Saya teringat pengalaman belasan tahun lalu, dua orang anak saya sering saling berlomba adu banyak mencabut uban di kepala saya. 

Mereka  berebutan menyibak rambut saya dari berbagai sisi sehingga jadi berisik.

Ketika itu uban saya belum banyak, sehingga kalau ada uban yang menyumbul, saya anggap merusak penampilan. 

Biasanya, bila saya lagi menyisir rambut, sekilas ada terlihat yang berwarna putih. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline