Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Bunuh Suami karena Utang, Ada Faktor Kesalahan Bank dalam Pemberian Kredit

Diperbarui: 6 September 2019   17:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kapolda Jabar Irjen Pol Rudy Sufariadi tengah menggelar konferensi pers terkait pembunuhan yang dilakukan seorang ibu terhadap suami dan anak tirinya.(Foto Humas Polda Jabar)

Kasus pembunuhan yang didalangi seorang istri muda, Aulia Kesuma, terhadap suaminya sendiri, masih jadi perbincangan hangat sampai saat ini.

Saya tidak akan membahas sisi kriminalnya. Tapi saya tertarik membaca berita di tribunnews.com (3/9/2019) yang menyebutkan bahwa meskipun dalam tahanan, Aulia merasa lega karena rumah milik almarhum suaminya disita pihak bank sebagai pelunas utang.

Perlu diketahui, dalam pikiran sederhana Aulia, utangnya sebesar Rp 10 miliar ke 2 buah bank, dengan cicilan per bulan Rp 200 juta yang sangat memberatkannya, akan tuntas bila rumah suaminya di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, bisa dijual. 

Taksiran Aulia rumah tersebut akan laku sekitar Rp 14 miliar. Sangat cukup untuk melunasi utang, dan sisanya masih lumayan untuk kehidupan sehari-harinya.

Namun apa daya, sang suami tidak setuju menjual rumah. Makanya, munculnya ide "kreatif" Aulia, konon terinspirasi dari sinetron yang sering ditontonnya, untuk menghabisi nyawa sang suami.

Dengan ditahannya Aulia, dan nantinya besar kemungkinan akan menjalani hukuman penjara dalam waktu yang lama, bila rumah yang juga berstatus sebagai jaminan atas kredit yang diterimanya itu telah disita bank, kewajiban Aulia ke bank bisa dikatakan selesai. Tinggal memikul beban atas tindakan kriminalnya.

Namun jangan mengira pihak bank hepi dengan menyita rumah tersebut. Bila boleh memilih, pasti pihak bank lebih suka nasabah membayar kreditnya sesuai dengan jadwal yang telah disepakati secara mencicil.

Sangat tidak gampang dan butuh proses panjang dalam mengeksekusi barang jaminan, apalagi berupa rumah. Bahkan mungkin buat sementara waktu rumah tersebut masih dalam pengawasan pihak kepolisian, bila ada kaitannya dengan proses hukum yang harus ditempuh.

Masalahnya juga agak rumit karena ada dua bank yang berhak atas hasil penjualan rumah tersebut. Tentu sebelum lelang atas rumah itu dilakukan, kedua bank yang punya tagihan ini perlu membuat kesepakatan.

Kalau nasabah merasa kesulitan dalam membayar cicilan setiap bulan dari penghasilan usahanya, patut diduga telah terjadi kesalahan dalam proses pengucuran kredit oleh bank.

Hanya gara-gara nasabah punya jaminan berupa rumah mewah, tidak berarti bank layak mengucurkan kredit mendekati taksiran harga rumah. Ingat bank bukanlah pegadaian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline