Lihat ke Halaman Asli

Stereotip Daya Tarik Wisata di Provinsi Lampung Terhadap Kesamaan Peningkatan Grafik Kunjungan Wisatawan & Kasus Covid-19

Diperbarui: 24 Desember 2020   08:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Libur hari natal dan tahun baru menjadi momentum untuk melakukan aktivitas yang berbeda dari aktivitas keseharian. Salah satu aktivitas tersebut adalah melakukan aktivitas wisata. Provinsi Lampung dengan keanekaragaman alam dan keberagaman budaya menjadi salah satu tujuan destinasi wisata di Indonesia. Akan tetapi kondisi saat ini yang merupakan dampak negatif dari pandemi covid-19 membuat pergerakan manusia mengalami penurunan. Kota Bandar Lampung sebagai pusat ibu kota Provinsi Lampung, pusat keramaian, dan pusat transit wisatawan yang berasal dari luar daerah memiliki status sebagai daerah dengan zona merah. Adanya kesamaan grafik yang meningkat antara jumlah pergerakan wisatawan di momentum libur hari natal dan tahun baru dengan jumlah kasus covid-19 di Provinsi Lampung.

Stereotip wisatawan terhadap kunjungannya di daya tarik wisata dipengaruhi oleh citra daya tarik wisata. Citra daya tarik wisata dipengaruhi oleh kualitas dan keunikan daya tarik wisata sehingga akan berdampak kepada motivasi wisatawan berkunjung. Jika dikaitkan dengan kondisi pandemi covid-19 saat ini, maka faktor yang juga berpengaruh adalah kesiapan penerapan protokol kesehatan atau populer disebut CHSE (Cleanliness, Health, Safety, Environment). Selain CHSE, faktor lainnya adalah harga tiket masuk, aksesibilitas menuju daya tarik wisata, pelayanan yang diberikan oleh pengelola, keberagaman pilihan atraksi, manfaat masyarakat lokal, simbol budaya, dan sarana prasarana.

Aksesibilitas yang terdiri dari kondisi jalan, petunjuk arah, dan kesediaan transportasi menuju daya tarik wisata kondisinya 54% baik dan 56% buruk. Sarana prasaran yang ada di daya tarik wisata di antaranya adalah toilet, gazebo, dan tempat ibadah menunjukkan kesiapannya dengan 70% baik dan 30% buruk. Pengelola berupaya memberikan pelayanan maksimal yang ditunjukkan oleh nilai 55% baik dan 45% buruk. Atraksi yang ditawarkan pengelola di daya tarik wisata menunjukkan 51% baik dan 49% buruk. Penawaran yang diberikan kepada wisatawan sebanding dengan harga tiket masuk daya tarik wisata menunjukkan 73% murah dan 27% mahal. Nilai yang menunjukkan perbedaan tidak terlalu jauh antara positif dan negatif memberikan peluang untuk mengembangkan daya tarik wisata. Faktor penawaran daya tarik wisata ini secara keseluruhan memberikan gambaran bahwa banyak faktor yang perlu ditingkatkan mulai dari aksesibilitas, sarana prasarana, pelayanan, atraksi wisata yang ditawarkan dan kesesuaian harga.

Masa pandemi covid-19 mewajibkan daya tarik wisata untuk menerapkan protokol CHSE untuk meminimalkan penularan virus ini. Kebersihan di daya tarik wisata menunjukkan respon positif dengan 61% baik dan 39% buruk. Wisatawan merasakan ketika berada di daya tarik wisata 53% aman dan 47% tidak aman. Penerapan protokol covid-19 seperti penggunaan masker ketika beraktivitas di luar ruangan, menjaga jarak, dan mencuci tangan menunjukkan 49% baik dan 51% buruk. Perbedaan nilai yang tidak signifikan ini dan cenderung mengarah ke negatif menunjukkan ketidaksiapan daya tarik wisata untuk menerapkan protokol CHSE.

Dengan adanya aktivitas wisata ini memberikan dampak positif pada
masyarakat sekitar daya tarik wisata. Perputaran ekonomi karena adanya pergerakan wisatawan mampu menjadi pemberi respon pertumbuhan ekonomi lokal. Respon ini berupa masyarakat sekitar mendapat manfaat berupa berjualan kaki lima, membuka layanan jasa parkir, menjadi pemandu wisata, dan aktivitas lainnya menunjukkan hasil positif 60% baik dan 40% buruk. Masa pandemi covid-19 yang
menghambat pergerakan wisatawan dapat memperburuk pendapatan perkonomian
lokal dari sektor pariwisata. Sehingga dengan adanya penerapan protokol CHSE dapat meberikan keyakinan kepada wisatawan untuk berkunjung.

Respon kunjungan wisatawan di daya tarik wisata dapat ditunjukkan dengan beberapa aktivitas seperti pemanfaatan media sosial untuk menunjukkan eksistensi. Wisatawan masih terkendala untuk langsung menunjukkan eksistensinya di media sosial ketika mengunjungi daya tarik wisata dengan 48% langsung unggah ketika di daya tarik wisata dan 52% ketika sudah berada di rumah. Kesesuaian motivasi wisatawan sebelum berkunjung dan sesudah berkunjung menunjukkan 64% baik dan 36% buruk. Respon positif ditunjukkan oleh wisatawan yang berkunjung dengan merekomendasikan kepada keluarga/ teman/ sahabat/ lainnya sebesar 70% dan  30% tidak merekomendasikan. Wisatawan dari kunjungan ke daya tarik wisata juga  menunjukkan respon positif akan berkunjung kembali sebesar 70% dan tidak akan berkunjung kembali sebesar 30%. Secara keseluruhan respon wisatawan
menunjukkan hal positif dengan menunjukkan eksistensi melalui media sosial, sesuai dengan motivasi berkunjung, merekomendasikan ke kepada keluarga/ teman/ sahabat/ lainnya, dan akan berkunjung kembali.

Ketidaksiapan dalam penerapan protokol CHSE di daya tarik wisata akan menjadi bumerang dalam pengembangan pariwisata di Provinsi Lampung. Kesamaan grafik yang berbanding lurus mengalami peningkatan menjadi faktor pengingat terpenting bahwa kondisi libur natal dan tahun baru harus dipersiapkan
lebih maksimal dalam hal penerapan protokol CHSE. Respon positif yang diberikan oleh wisatawan setelah berkunjung menjadi semangat bangkitnya industri pariwisata
di Provinsi Lampung. Berbagai pihak yang memiliki kepentingan dari pengelola daya
tarik wisata dan wisatawan harus memiliki kesadaran lebih untuk menerapkan dan
mematuhi protokol CHSE. Dengan adanya protokol CHSE ini akan memberikan
kepastian bahwa industri pariwisata akan kembali memberikan manfaat bagi
perekonomian lokal.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline