Lihat ke Halaman Asli

Irfan Suparman

Fresh Graduate of International Law

Dua Sisi Rania

Diperbarui: 20 April 2021   00:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi oleh penulis

"Aku di dekatmu" sahut Rania.

"Sedangkan aku tak bisa melihatmu." Jawab Nuri.

"Aku ingin bertemu denganmu, melihat, memelukmu" Rania berbicara di depan kaca.

"Aku berada dalam dirimu, peluklah aku maka peluk dirimu sebagaimana mestinya." Jawab Nuri.

Nuri mati, setahun yang lalu. Karena kecelakaan kapal. Kapal yang dia tumpangi tenggelam di samudera pasifik. Tiga puluh hari setelah kematiannya, Rania tidak henti-hentinya menatap kaca, sesekali dia memeluk dirinya sendiri. Bagi Rania, Nuri adalah lebih dari pada dirinya sendiri. Nuri menjadi dirinya, Rania menjadi Nuri. Seperti itulah jiwa mereka. Kadang saat marah, Rania menjadi seperti Nuri, ia sering berpidato seperti bahasa Jerman namun tidak ada yang dimengerti dari kosakatanya.

"Ikiv Navek Lah Osch Veskap Nip Van Harrn Wah, Swarg Nach. Von Kaver Doi Nahm, Pah."

Suatu waktu Rania sedang makan malam bersama keluarganya. Di meja makan tersedia daging babi, telur dadar serta buah-buahan segar. Saat itu suasana berubah ketika Rania, memakan buah Apel dan melemparkan buah apel itu kepada dirinya. Kemudian babi itu dia ambil, dia tempelkan pada tubuhnya. Semuanya panik, ibunya Rania dan bibi Jay pun panik serta adik-adiknya panik. Bibi Jay yang panik langsung memanggil seorang pendeta yang jaraknya sekitar 600 meter dari rumahnya. Sambil menunggu pendeta itu datang, Rania masih terus berbicara dengan dirinya sendiri.

"Kenapa kau tak mau makan?" Tanya Rania.

"Ikh Vakhen Vollen Hamp" Jawabnya sendiri.

"Kalau kau tak bisa makan babi, lalu kau mau apa?"

"Krok navekh nahm ich mach sans rah brok mah"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline