Lihat ke Halaman Asli

Eko Irawan

Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Hujan di Malam Minggu (Seri Puisi Asmaraloka #23)

Diperbarui: 8 Oktober 2022   23:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri seri puisi Asmaraloka #23

Langkah kaki telusuri Selasar kenangan. Tapak rindu dalam genggaman. Dirangkai dalam sajak percintaan. Ini kita, aku dan engkau yang disatukan.

Tak perlu sembunyi. Rugi, mengurusi orang orang iri. Merekalah makhluk pemuja dengki. Tukang ghibah yang sakit hati.

Jalani saja. Bukan mereka yang jamin rejeki kita. Tapi mereka sok suci, seolah tiada cela. Hanya pandai mencerca, tapi sesungguhnya mereka Iri tak punya daya.

Mungkin tertawalah mereka. Terbahak melihat kita. Terjebak dalam hujan di malam Minggu di Jogja. Seolah kita tak mampu menikmati rasa.

Hujan mengajarkan syukur. Menumbuhkan benih terbaik agar tumbuh. Hujan itu menentramkan. Karena cinta membuat syahdu, sementara benci membakar. Memberi tanda hangus, tanda tak mampu.

Ini hidup kita, tak perlu diperdebatkan. Biarlah hujan memeluk kenangan. Tak perlu ceritakan, karena bukti nyata ada dihadapan. 

Malioboro, 8 Oktober 2022

ditulis oleh Eko Irawan 

untuk Seri Puisi Asmaraloka 23




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline