Lihat ke Halaman Asli

Inosensius I. Sigaze

TERVERIFIKASI

Membaca dunia dan berbagi

3 Alasan Mengkritisi Pernyataan Menteri Agama tentang Perayaan Natal, Tanpa Ada Ekstra Tenda

Diperbarui: 17 Desember 2022   23:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

3 alasan mengkritisi larangan menteri agama tentang perayaan natal, tanpa ada tenda di luar gereja | Dokumen diambil dari Nasional Tempo.com

Jadilah setiap kebijakan itu mengarahkan kita kepada pemahaman 100 % menjamin kebutuhan fisik, psikis dan spiritual dan bukan cuma salah satunya.

Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas dalam sambutannya mengatakan bahwa tidak ada pembatasan karena menurut instruksi Mendagri PPKM sudah level 1, sehingga diberikan kebebasan terukur. Artinya, tidak ada tenda-tenda di luar gereja untuk peribadatan (Kompas, 16/12/2022).

Kapasitas 100 % itu artinya tanpa dibangun lagi tenda-tenda di luar gereja untuk perayaan Natal. Apakah pernyataan itu sudah merupakan pernyataan yang bijaksana? Pernyataan terkait kapasitas 100% mungkin saja belum memperhitungkan aspek-aspek lainnya.

Oleh karena itu, pernyataan itu perlu dikritisi dan jika memungkinkan perlu dipikirkan lagi. 

Ada 3 alasan yang meminta kebijakan Menteri Agama terkait pembatasan pembangunan tenda di luar gereja itu perlu dipertimbangkan lagi.

1. Seperti apa pemahaman kapasitas 100% - fisik gereja atau hak keanggotaan sebagai umat?

Kapasitas 100 persen itu tidak bisa diukur secara fisik sesuai daya tampung ruangan gereja. Gereja di mana pun di Indonesia tidak pernah dibangun dengan kapasitas 100%. Buktinya bahwa perayaan-perayaan pada hari-hari besar dirayakan beberapa kali karena jumlah umat yang jauh melimpah ketimbang daya tampung ruangan gereja itu sendiri.

Jadi, ini soal sudut pandang, 100% itu semestinya tidak boleh diukur menurut ukuran fisik gereja atau ukuran daya tampung. Sebab jika pandangan seperti itu, maka larangan terkait pembatasan itu menjadi negatif.

Kapasitas 100% itu semestinya dihitung berdasarkan kebutuhan dan kerinduan umat untuk merayakan hari besar mereka. Kerinduan itu jauh lebih besar karena gereja itu bukan soal bangunan fisik tetapi umat beriman.

Membatasi pembangunan tenda karena kapasitas 100 persen tidak lagi muat di dalam gereja, sama saja dengan melarang dan membatasi kerinduan umat untuk merayakan Natal.

Pertanyaanya, apakah kebijakan itu satu-satunya sebagai kebijakan terbaik dan paling bijak? Bagaimana kebijakan itu bisa diterapkan pada momen hari raya, sementara pada momen demonstrasi yang menghadirkan ribuan orang tanpa batas jarak satu dengan yang lainnya, tidak ada larangan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline