Lihat ke Halaman Asli

Inosensius I. Sigaze

TERVERIFIKASI

Membaca dunia dan berbagi

Nyanyian Jenda pada Musim Panen Padi Warga Suku Paumere dan Merremia Vitifolia

Diperbarui: 8 April 2021   08:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bunga Merremia vitifolia. Foto: Dokumen Pribadi Ino

"Saya akhirnya percaya bahwa tidak ada peradaban dan warisan tradisi serta kekayaan alam yang bisa dikenal lebih luas tanpa ada dokumentasi, tulisan dan tafsiran."

Jenda adalah nyanyian khas Suku Paumere pada musim panen. Nyanyian ini tentu hanya dinyanyikan setahun sekali pada musim panen. Bahkan sangat jarang seseorang bisa mendengar nyanyian Jenda. 

Jenda hanya bisa dinyanyikan pada momen panen secara bersama-sama atau tidak dalam konteks satu atau dua orang memanen padi. Mengapa seperti itu? 

Ada 3 alasan mengapa tradisi Jenda itu diwariskan hingga sekarang oleh warga suku Paumere:

1. Jenda adalah nyanyian tradisional

Kesadaran warga suku untuk melestarikan atau menjaga tradisi nyanyian Jenda pada musim panen itu tidak terlepas dari keyakinan warga suku Paumere sendiri dalam kaitan dengan warisan tradisi dari leluhur mereka. 

Menyanyikan kembali nyanyian Jenda sama dengan mengenang warisan tradisi leluhur mereka, bahkan lebih dari itu mereka percaya bahwa kerja mereka selalu dalam restu leluhur.

Cara pandang tentang memberi penghormatan kepada leluhur tentu tidak hanya di Flores, tetapi di daerah-daerah lainnya di Indonesia masih sangat kuat dijaga dan dilestarikan sebagai bagian dari kekayaan budaya. 

Bagi saya, pilihan untuk menjaga kelestarian budaya dan alam merupakan suatu panggilan kepada nasionalisme sebagai warga negara Indonesia. Indonesia bagaimanapun adalah bangsa yang besar. 

Sebagai bangsa yang besar tidak bisa hanya dengan sebutan semata, tetapi bisa dibuktikan dengan kebhinekaan yang memang ada dan dihidupi oleh rakyatnya. Bahkan mungkin juga masih ada begitu banyak warisan tradisi yang belum masuk dalam kategori populer atau dikenal oleh semua rakyat Indonesia.

Bagaimana hal seperti itu bisa dikenal dan diterima sebagai bagian dari tradisi peradaban bangsa ini? Tentu saya berterima kasih kepada Kompasiana yang telah memberi saya kemungkinan untuk memperkenalkan tradisi yang hampir hilang ini kepada pembaca yang lebih luas. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline