Lihat ke Halaman Asli

Indah Novita Dewi

TERVERIFIKASI

Hobi menulis dan membaca.

Kami Semua adalah Korban Kebijakan, Ekspresi Kegalauan di Masa Transisi Alih Fungsi Jabatan Peneliti

Diperbarui: 7 Januari 2022   13:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Kami Semua Adalah Korban Kebijakan (Sumber: Pixabay)

Isu peralihan semua lembaga litbang di bawah 1 payung yaitu BRIN, sudah mulai mengemuka sejak 2019. Atau bahkan sebelumnya.

Diawali dengan perubahan aturan penilaian jabatan peneliti. Yang paling terasa adalah untuk naik jenjang ke peneliti madya, seorang peneliti muda selain harus mengumpulkan nilai 400 poin, harus menulis 3 jurnal internasional. Aturan sebelumnya 400 poin boleh dari butir apapun. Bisa jurnal nasional, penanggungjawab penelitian, presentasi oral, dll.

Artinya sebelumnya 400 poin hanya sekadar kuantitas, setelah aturan baru, 400 poin harus lebih berbobot dengan menyertakan HKM (hasil kerja minimal). Sebutannya saja minimal namun effort untuk memeroleh HKM ini lumayan berat.

Aturan yang semakin ketat dan sulit itu sudah merupakan warning bahwa akan terjadi seleksi alam. Hanya peneliti yang tough yang bisa terus naik hingga jabatan peneliti ahli utama (jenjang tertinggi jabatan peneliti).

Warning ini menjadi lebih nyata ketika upaya untuk menyatukan semua lembaga litbang dilontarkan oleh RI1. Lembaga-lembaga otonomi penelitian akan dilebur semua, demikian juga lembaga litbang di kementerian terancam dihapus. Tidak ada lagi kegiatan litbang di kementerian! Demikian titah yang diputuskan.

Saya dan teman-teman di kantor menjadi ketar-ketir, waswas, galau (saya bekerja sebagai peneliti di Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar). Bagaimana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tepatnya Badan Litbang dan Inovasi (BLI) KLHK menyikapinya? Bagaimana kami yang bekerja di balai litbang di daerah? Apakah kami semua akan diserahkan ke BRIN?

Saat BRIN berproses, demikian juga BLI KLHK berproses tak kalah lincahnya. Sebagai respons atas hadirnya Undang-Undang Cipta Kerja, BLI merasa perlu dibentuk lembaga baru di KLHK. Demikian awalnya seluruh lembaga litbang KLHK bertransformasi menjadi BSI dan BPSI (Badan Standardisasi Instrumen dan Balai Penerapan Standardisasi Instrumen KLHK).

Awalnya masih ada wacana bahwa lima Balai Litbang KLHK di berbagai daerah akan diserahkan ke BRIN. Wacana ini semakin menimbulkan waswas karena itu artinya akan ada mobilitas pegawai yang memilih BRIN. Kami di Makassar misalnya, yang balainya masuk menjadi balai yang dipertahankan KLHK, harus pindah ke Manado yang balainya diserahkan ke BRIN. LIPI yang waktu itu belum bertransformasi menjadi BRIN, menegaskan tidak ada mobilitas pegawai. Hal ini membuat hati sedikit tenang, dan juga sedikit gundah.

Dalam perkembangannya kemudian, tidak ada aset KLHK yang dilepas. Peneliti yang masih berminat untuk tetap menjadi peneliti, disilakan untuk bergabung dengan BRIN. Adapun peneliti atau teknisi yang masih ingin mengabdi pada KLHK disilakan untuk alih jabatan fungsional memilih jabatan yang dianggap paling tepat.

Ada 3 jabatan yang ditawarkan yaitu penyuluh kehutanan, pengendali dampak lingkungan, dan pengendali ekosistem hutan. Saya memilih untuk bertahan di KLHK dan memutuskan untuk beralih menjadi penyuluh kehutanan. Sementara 10 teman memilih bertahan sebagai peneliti, artinya memutuskan untuk bergabung dengan BRIN.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline