Lihat ke Halaman Asli

Inayat

Freelancer Konsultan Pemberdayaan Masyarakat

Fenomena Unik Rojali dan Rohana di Pusat Perbelanjaan

Diperbarui: 26 Juli 2025   08:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cirebon Raya

Fenomena Unik Rojali dan Rohana di Pusat Perbelanjaan

Akhir-akhir ini media sosial diramaikan oleh kemunculan dua istilah unik, khas, dan menarik  yang sering terdengar di pusat perbelanjaan, 'Rojali dan Rohana' kedua istilah ini menjadi pembicaraan hangat hatta diwarung kopi sekalipun karena dianggap mewakili perilaku masyarakat yang kerap ditemui dalam kehidupan keseharian, kedua istilah ini mencuri perhatian karena sering terjadi hanya kurang disadari, namun kini Rojali dan Rohana dinilai   menggambarkan fenomena kehidupan yang  kemudian menjadi viral dan banyak digunakan dalam bebabagai konten sebagai bentuk ungkapan kekecewaan atau malah  sindiran sosial yang sangat menggelitik.

Berita Prioritas


Sekilas Rojali dan Rohana  sebuah istilah jenaka semata tetapi jika dicermati lebih jauh  ternyata kedua istilah ini memiliki hubungan dengan  pertumbuhan perekonomian di Indonesia, inilah yang membuat netizen  mulai ramai memperkenalkan istilah  Rojali dan Rohana yang meledak di platform seperti TikTok, facebook dan Instagram, digunakan sebagai sindiran sosial untuk menggambarkan fenomena pengunjung mal yang berkelompok  tapi sayang mereka hanya berkerumun tapi tak berbelanja, karena itu istilah Rojali sebagai  akronim dari rombongan jarang beli, sementara itu muncul pula istilah lain yaitu Rohana  alias rombongan hanya nanya, uniknya keduanya merujuk pada perilaku konsumen yang mengunjungi mal atau pusat perbelanjaan namun keduanya ada kesamaan yaitu menjadikan mal hanya sebagai tempat jalan-jalan saja kemudian,   asyik berfoto atau nongkrong berjam-jam di mal tanpa menenteng satu pun kantong belanja kini istilah Rojali dan Rohana menjadi perbincangan hangat dijagad maya.

CNBC Indonesia


Namun apapun sebutan  jenaka tentang hadirnya Rojali dan Rohana kenyataan di balik lelucon itu adalah ungkapan sebagai bentuk stagnasi daya beli, keresahan ekonomi, dan gejala konsumsi semu yang berakar dari pertumbuhan yang belum inklusif dan berkeadilan, faktanya banyak yang jalan-jalan di Mal tetapi tidak semua mampu bertransaksi karena kemampuan daya beli yang pada akhirnya   mereka hanya sekedar datang untuk  cuci mata, mencari hiburan gratis, hingga sekadar mencari udara sejuk dari pendingin ruangan pusat perbelanjaan inilah kenyataannya bukan soal lelucon Rojali dan Rohana yang kemudian menjadi viral tetapi sesungguhya sebagai bentuk representasi dari kelas menengah yang rentan seolah-olah nampak terlihat konsumtif, padahal sesungguhnya defisit daya beli mereka datang ke mal hanya untuk jalan-jalan semata, mereka menjadikan mal sebagai taman bermain, mencari udara dingin, menghindari kepenatan, atau malah tidak jarang kedatangan Rojali dan Rohana ke Mal hanya sekedar untuk membuat konten  kemudian mempublikasikannya di media sosial, mereka menjadikan mal sebagai tempat bermaian ala modern yang aman dan nyaman. Berikut Ciri-ciri rombongan Rojali antara lain:

  • Mereka datang selalu terlihat bersama teman atau keluarga dalam grup besar.
     Hanya 'Window Shopping': kegiatan melihat-lihat barang yang dipajang di etalase toko atau katalog online tanpa ada niat untuk membeli pada saat itu. Istilah ini juga dikenal sebagai "browsing" atau "lihat-lihat saja", bertanya spesifikasi produk tanpa niat membeli.
  • Manfaatkan Fasilitas Gratis: Aktif menggunakan Wi-Fi gratis, duduk berlama-lama di food court (tanpa memesan banyak), atau sekadar menumpang di toilet yang bersih dan nyaman.
  •  Fokus utama mereka adalah mencari spot foto Instagramable atau merekam video untuk diunggah ke media sosial. fenomena ini menjadi sebuah tantangan bagi pelaku usaha karena meskipun mal sangat terlihat padat terutama dihari-hari libur akan tetapi tidak berpengaruh terhadap angka penjualan

Suara.com


Tidak lama istlah Rojali menjadi populer didunia maya kemudian muncul istilah Rohana sebagai 'pasangannya', ini hanya sebagai bentuk kegenitan berpikir dari  warganet  dengan menciptakan istilah Rohana kepanjangan dari rombongan yang hanya sekedar nanya-nanya, rombongan hanya narsis, dan rombongan hanya nongkrong saja  , pertanyaan berikutnya adalah mengapa kedua istilah ini meledak di media sosial, ada beberapa faktor

  •  Mal telah beralih fungsi menjadi  ruang public yang aman, nyaman, dan sejuk untuk bersosialisasi dengan biaya yang relative murah
  • Masyarakat membutuhkan hiburan yang hemat terlebih ditengah  kondisi ekonomi yang tidak menentu  maka pilihannya adalah mal karena menawarkan opsi "healing tipis-tipis"
  • Ada dorongan konten digital: Tren membuat konten "OOTD" (Outfit of the Day), secara harfiah berarti "Pakaian Hari Ini." Secara bahasa, OOTD merujuk pada pakaian yang dikenakan seseorang pada hari tertentu, sering kali diposting di media sosial sebagai bentuk ekspresi diri dan inspirasi fashion.
  • Update status di lokasi yang menarik secara visual menjadikan mal sebagai 'studio' gratis, murah, aman, dan nyaman

    Lalu bagaimana kehadiran Rojali dan Rohana  Pelaku Usaha?

     Fakta menyebutkan bahwa keramaian di pusat perbelanjaan yang tidak selalu linear dengan ipendapatanpara pelaku usaha maka      untuk menyikapi kondisi ini ada beberapa penawaran strategi mulai diterapkan, seperti menciptakan event khusus yang mendorong terciptanya transaksi,hatta harus  berkolaborasi multi pihak dengan  menyulap  pengunjung dari sekedar penonton menjadi pembeli, yang  pada akhirnya kita semakin menyadari bahwa kehadiran kelompok Rojali dan Rohana tidak hanya istilah candaan semata  keduanya menjadi cerminan dari realitas sosial dan pergeseran perilaku konsumen di era digital yang perlu dipahami secara serius oleh para pelaku bisnis, karena sampai kapan pun kelompok Rojali dan Rohana akan tetap ada, karena ini sebagai bentuk  gejala sosial dari kelas menengah yang tengah mencari identitas, namun demikian fenomena ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut saatnya Pemerintah harus mengarahkan ulang kebijakan soal peningkatan ekonomi produktivitas dan pemerataan, hingga pada saatnya nanti Rojali dan Rohana tidak hanya jalan-jalan dan sekedar bertanya lalu pergi, tetapi ikut mencipta dan membangun., karena hanya dengan itulah, Indonesia bisa benar-benar keluar dari middle income trap (mengacu pada negara-negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi sangat pesat hingga mencapai status negara pendapatan menengah, namun kemudian gagal mengatasi perlambatan ekonomi)  Demikian Wallahu A'lamu

Sabtu, 26 Juli 2025

Kreator Kompasiana : Inay Tea, Pondok Damai, Cileungsi, Kab. Bogor

Dokpri

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline