Fenomena Unik Rojali dan Rohana di Pusat Perbelanjaan
Akhir-akhir ini media sosial diramaikan oleh kemunculan dua istilah unik, khas, dan menarik yang sering terdengar di pusat perbelanjaan, 'Rojali dan Rohana' kedua istilah ini menjadi pembicaraan hangat hatta diwarung kopi sekalipun karena dianggap mewakili perilaku masyarakat yang kerap ditemui dalam kehidupan keseharian, kedua istilah ini mencuri perhatian karena sering terjadi hanya kurang disadari, namun kini Rojali dan Rohana dinilai menggambarkan fenomena kehidupan yang kemudian menjadi viral dan banyak digunakan dalam bebabagai konten sebagai bentuk ungkapan kekecewaan atau malah sindiran sosial yang sangat menggelitik.
Berita Prioritas
Sekilas Rojali dan Rohana sebuah istilah jenaka semata tetapi jika dicermati lebih jauh ternyata kedua istilah ini memiliki hubungan dengan pertumbuhan perekonomian di Indonesia, inilah yang membuat netizen mulai ramai memperkenalkan istilah Rojali dan Rohana yang meledak di platform seperti TikTok, facebook dan Instagram, digunakan sebagai sindiran sosial untuk menggambarkan fenomena pengunjung mal yang berkelompok tapi sayang mereka hanya berkerumun tapi tak berbelanja, karena itu istilah Rojali sebagai akronim dari rombongan jarang beli, sementara itu muncul pula istilah lain yaitu Rohana alias rombongan hanya nanya, uniknya keduanya merujuk pada perilaku konsumen yang mengunjungi mal atau pusat perbelanjaan namun keduanya ada kesamaan yaitu menjadikan mal hanya sebagai tempat jalan-jalan saja kemudian, asyik berfoto atau nongkrong berjam-jam di mal tanpa menenteng satu pun kantong belanja kini istilah Rojali dan Rohana menjadi perbincangan hangat dijagad maya.
CNBC Indonesia
Namun apapun sebutan jenaka tentang hadirnya Rojali dan Rohana kenyataan di balik lelucon itu adalah ungkapan sebagai bentuk stagnasi daya beli, keresahan ekonomi, dan gejala konsumsi semu yang berakar dari pertumbuhan yang belum inklusif dan berkeadilan, faktanya banyak yang jalan-jalan di Mal tetapi tidak semua mampu bertransaksi karena kemampuan daya beli yang pada akhirnya mereka hanya sekedar datang untuk cuci mata, mencari hiburan gratis, hingga sekadar mencari udara sejuk dari pendingin ruangan pusat perbelanjaan inilah kenyataannya bukan soal lelucon Rojali dan Rohana yang kemudian menjadi viral tetapi sesungguhya sebagai bentuk representasi dari kelas menengah yang rentan seolah-olah nampak terlihat konsumtif, padahal sesungguhnya defisit daya beli mereka datang ke mal hanya untuk jalan-jalan semata, mereka menjadikan mal sebagai taman bermain, mencari udara dingin, menghindari kepenatan, atau malah tidak jarang kedatangan Rojali dan Rohana ke Mal hanya sekedar untuk membuat konten kemudian mempublikasikannya di media sosial, mereka menjadikan mal sebagai tempat bermaian ala modern yang aman dan nyaman. Berikut Ciri-ciri rombongan Rojali antara lain:
- Mereka datang selalu terlihat bersama teman atau keluarga dalam grup besar.
Hanya 'Window Shopping': kegiatan melihat-lihat barang yang dipajang di etalase toko atau katalog online tanpa ada niat untuk membeli pada saat itu. Istilah ini juga dikenal sebagai "browsing" atau "lihat-lihat saja", bertanya spesifikasi produk tanpa niat membeli. - Manfaatkan Fasilitas Gratis: Aktif menggunakan Wi-Fi gratis, duduk berlama-lama di food court (tanpa memesan banyak), atau sekadar menumpang di toilet yang bersih dan nyaman.
- Fokus utama mereka adalah mencari spot foto Instagramable atau merekam video untuk diunggah ke media sosial. fenomena ini menjadi sebuah tantangan bagi pelaku usaha karena meskipun mal sangat terlihat padat terutama dihari-hari libur akan tetapi tidak berpengaruh terhadap angka penjualan
Suara.com
Tidak lama istlah Rojali menjadi populer didunia maya kemudian muncul istilah Rohana sebagai 'pasangannya', ini hanya sebagai bentuk kegenitan berpikir dari warganet dengan menciptakan istilah Rohana kepanjangan dari rombongan yang hanya sekedar nanya-nanya, rombongan hanya narsis, dan rombongan hanya nongkrong saja , pertanyaan berikutnya adalah mengapa kedua istilah ini meledak di media sosial, ada beberapa faktor
- Mal telah beralih fungsi menjadi ruang public yang aman, nyaman, dan sejuk untuk bersosialisasi dengan biaya yang relative murah
- Masyarakat membutuhkan hiburan yang hemat terlebih ditengah kondisi ekonomi yang tidak menentu maka pilihannya adalah mal karena menawarkan opsi "healing tipis-tipis"
- Ada dorongan konten digital: Tren membuat konten "OOTD" (Outfit of the Day), secara harfiah berarti "Pakaian Hari Ini." Secara bahasa, OOTD merujuk pada pakaian yang dikenakan seseorang pada hari tertentu, sering kali diposting di media sosial sebagai bentuk ekspresi diri dan inspirasi fashion.
- Update status di lokasi yang menarik secara visual menjadikan mal sebagai 'studio' gratis, murah, aman, dan nyaman
Lalu bagaimana kehadiran Rojali dan Rohana Pelaku Usaha?
Fakta menyebutkan bahwa keramaian di pusat perbelanjaan yang tidak selalu linear dengan ipendapatanpara pelaku usaha maka untuk menyikapi kondisi ini ada beberapa penawaran strategi mulai diterapkan, seperti menciptakan event khusus yang mendorong terciptanya transaksi,hatta harus berkolaborasi multi pihak dengan menyulap pengunjung dari sekedar penonton menjadi pembeli, yang pada akhirnya kita semakin menyadari bahwa kehadiran kelompok Rojali dan Rohana tidak hanya istilah candaan semata keduanya menjadi cerminan dari realitas sosial dan pergeseran perilaku konsumen di era digital yang perlu dipahami secara serius oleh para pelaku bisnis, karena sampai kapan pun kelompok Rojali dan Rohana akan tetap ada, karena ini sebagai bentuk gejala sosial dari kelas menengah yang tengah mencari identitas, namun demikian fenomena ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut saatnya Pemerintah harus mengarahkan ulang kebijakan soal peningkatan ekonomi produktivitas dan pemerataan, hingga pada saatnya nanti Rojali dan Rohana tidak hanya jalan-jalan dan sekedar bertanya lalu pergi, tetapi ikut mencipta dan membangun., karena hanya dengan itulah, Indonesia bisa benar-benar keluar dari middle income trap (mengacu pada negara-negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi sangat pesat hingga mencapai status negara pendapatan menengah, namun kemudian gagal mengatasi perlambatan ekonomi) Demikian Wallahu A'lamu
Sabtu, 26 Juli 2025
Kreator Kompasiana : Inay Tea, Pondok Damai, Cileungsi, Kab. Bogor
Dokpri