Lihat ke Halaman Asli

Ikrom Zain

TERVERIFIKASI

Content writer - Teacher

Sibuk Melakukan Personal Branding, tapi Lupa Menjaga Integritas

Diperbarui: 1 Agustus 2020   16:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Personal branding (Sumber Gambar: pixabay.com)

Selama WFH kemarin, saya sering melihat atau mendegar mengenai personal branding.

Dalam bahasa Indonesia, personal branding bisa dikatakan sebagai membangun citra diri yang digunakan untuk menggambarkan diri atau pun badan. Penggambaran yang berbeda dengan orang atau badan lain sehingga mudah dikenal oleh khalayak banyak.

Salah satu cara untuk melakukan personal branding adalah dengan melalui nama atau logo. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa sebenarnya personal branding adalah reputasi atau kesan individu. Pengalaman, kepribadian, dan keterampilan juga menjadi kombinasi dari kegiatan ini.

Dalam menilik manfaatnya, personal branding bisa digunakan untuk memperoleh kredibilitas dan kepercayaan dari orang lain. Misalkan, oh orang ini terkenal akan kemampuan menulisnya. Si C terkenal akan pertunjukan sulapnya dan seterusnya.

Akhirnya, banyak orang yang mulai melakukan personal branding lantaran adanya pemahaman bahwa kegiatan ini tidak saja bisa dilakukan oleh sebuah badan/perusahaan. 

Salah satu kegiatan untuk membangun personal branding adalah melalui jejaring sosial Linkedin yang begitu lengkap memaparkan apa yang sudah kita capai dan sederet pengalaman yang kita dapat.

Tak hanya itu, beberapa hari belakangan ini, saya sering diundang untuk menyukai laman media sosial, terutama Facebook berisi personal branding dari sesorang, entah ia blogger, desainer, toko daring, dan lain sebagainya. 

Diharapkan, dengan menyukai lamannya tersebut, saya akan melihat dengan jelas personal branding yang ditawarkan oleh mereka. Terlebih, beberapa dari mereka telah membuat logo yang cukup apik dan menarik untuk dilihat.

Tentu, ini tak menjadi masalah. Dengan senang hati saya pun melakukan apa yang mereka minta. Saya berharap disuguhi karya dari mereka. Paling tidak, ada insight baru dari karya mereka yang bisa jadi menjadi sumber inspirasi saya dalam menulis. 

Terlebih lagi, jika mereka konsisten dengan apa yang akan mereka tawarkan, maka dengan senang hati laman media sosial yang mereka buat akan saya bagikan juga kepada orang lain untuk bisa juga menyukai laman tersebut. Apa salahnya kan berbagi kebaikan?

Nyatanya, itu tidak semulus yang saya bayangkan. Ketika saya mengikuti laman mereka, beberapa di antaranya memang sangat konsisten menawarkan apa yang menjadi jualannya. Namun, ada juga yang kosong melompong dan tidak ada yang bisa saya dapatkan dari laman tersebut. Beberapa di antaranya juga tampak hanya mengutak-atik logo tanpa banyak hal lain yang saya dapatkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline