Lihat ke Halaman Asli

Demo Hak Demokrasi, Perbanyak Literasi

Diperbarui: 10 September 2022   20:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pengamatan saya dalam 8 tahun terakhir ini saya rasakan banyak pencapaian kemajuan bangsa namun tidak sedikit pula membuat prihatin.

Apa yang membuat saya prihatin? Misalnya masyarakat harus dihadapkan antara mempercayai berita faktual dari sumber valid terverifikasi "melawan" fakenews, berita bohong yang sengaja dicreate oleh orang atau sekelompok orang dengan motif dan tujuan tertentu.

Barangkali jika kreatifitas memanipulasi sebuah konten video hanya untuk tujuan hiburan tentu tidak ada persoalan, paling hanya membuat kita terhibur dan tertawa sendiri.
Tapi memanipulasi sesuatu konten baik tulisan, video untuk tujuan menciptakan keresahan sosial dan menebarkan kebencian serta menghasut itu sangatlah berbahaya.

Kita masih ingat pada tahun 2014 ada penggalangan opini menolak hasil pemilu curang, isu manipulasi big data pemilih.
Lalu upaya dalam merevisi UU Terorisme yang memberi payung hukum kepada Densus 88 melakukan penangkapan orang terindikasi teroris sebagai tindakan preventif tak luput dari serangan kepada pemerintah yang dituduh melanggar HAM dan mengkriminalisasi tokoh agama/ulama.

Kemudian pembubaran dan pelarangan ormas yang dinilai terafiliasi dengan kelompok ekstrimisme dan terorisme serta yang terakhir pemblokiran aktifitas lembaga sosial yang diindikasikan terlibat dalam mendanai aksi terorisme berdasarkan catatan transaksi laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).  

Bukan hanya melakukan serangan siber yang memenuhi media sosial, namun mereka juga memanfaatkan situasi dengan aksi profit taking berlindung dibalik gerakan atas nama demokrasi dan HAM.

Saya hanya mengkhawatirkan aksi murni gerakan demokrasi baik oleh mahasiswa atau buruh karena alasan mungkin mengerti esensi perjuangan atau karena keluguan/kepolosan atau karena ketidakpahamannya mengerti persoalan dan sejumlah motif lainnya dalam aksinya hanya dimanfaatin oleh oknum-oknum/aktor intelektual/ "musuh-musuh" negara untuk menjatuhkan pemerintah karena mereka tidak nyaman dengan perubahan menuju kemajuan bangsa.

Hal ini misalnya terungkap saat Memkopolhukam, Mahfud MD berdialog dengan mahasiswa yang menolak UU Omnibus Law tapi mahasiswa tak paham apa itu Omnibus Law.

Jadi sebuah paradoks terjadi dimana saat pemerintah melakukan terobosan hukum, untuk memangkas aturan hukum melalui UU Omnibus Law malah didemo mahasiswa dan buruh.
Saat pemerintah ingin mereformasi sistem hukum warisan Belanda dengan RUU KUHP juga malah ditolak oleh mahasiswa dan elemen masyarakat.

Saat pemerintah sahkan UU KPK dan membentuk Dewan Pengawas KPK agar lembaga superbody walaupun bersifat ad hoc tersebut tidak disalahgunakan untuk menangkap pelaku korupsi karena "pesanan" juga ditolak mahasiswa dan elemen masyarakat.

Yang paling teraktual adalah aksi demo menolak kenaikan harga BBM. Mahasiswa dan buruh punya alibi mereka prihatin atas dicabutnya subsidi BBM yang menjadikan rakyat makin melarat. Bahkan kordinator buruh ancam pemerintah akan gelar mogok massal hingga akhir tahun ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline