Lihat ke Halaman Asli

Idris setiawan

Sang Pencinta Keheningan

Puisi | Pendosa

Diperbarui: 29 Februari 2020   16:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

clipart-library.com

Hening, nyanyian malam di sudut gerbong lama yang sudah tak terpakai. Seorang laki-laki tua tengah mabuk, tertidur dan terkapar di atas bebatuan rel. 

Bermimpi bertemu seorang kakek-kakek tua, ingin mengajaknya pergi meninggalkan dunia. Ia menolak! Dan teriak. Tapi, tidak ada satu orang pun yang mendengar dan menghiraukan.

Tangis, membasahi wajahnya. memohon-mohon ampunan agar di berikan satu kesempatan lagi untuk berubah. Kakek tua itu menolak! Dengan sekejab dunia di sekeliling laki-laki tua itu di ubahnya menjadi penuh dengan kobaran api-api yang panas dan menyala-nyala. 

Laki-laki tua itu makin takut. Tangis dan teriakannya menjadi-jadi. Dan berpikir apakah benar dia telah mati.

Tolong... Tolong?.

Masih tidak ada yang mendengarnya.

Kakek itu merantai tangan dan kakinya, tubuh laki-laki tua itu tak bisa menolak. Bibirnya tak bisa lagi berucap, Ketakutan, penyesalan'penyesalan melintas di pikirannya. Istriku sayang?! Anakku sayang?! Maafkan bapak.

Akhirnya di lemparkan laki-laki tua itu ke dalam bara api. 

 Buuurrr....(gerujuk masinis kereta api di pagi hari)

 Laki-laki tua itu pun terbangun. Melihat mentari pagi, yang begitu menyilaukan.

Betapa bahagia laki-laki tua itu di saat tau dia belum mati. Di peluknya masinis kereta yang menyiramnya, 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline