Lihat ke Halaman Asli

Ianawati shaleha

Pebisnis herbal dan penulis

Nostalgia di Kota Tua

Diperbarui: 26 Februari 2020   20:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di suatu pagi yang menoreh luka,               Butiran embun masih menempel pada tanaman dan dedaunan yang tumbuh subur di antara pemukiman kota tua.                                          

Udara masih segar karena kekayaan oksigennya.                                                          

Sunrise di pegunungan Anjasmoro masih menyimpan kecantikannya, hingga nyaris membuat takjub tiap mata yang memandang. Di sebuah warung biru, tempat kuliner yang amat terkenal di kota tua.

"Sego pincuk, jangan kikil, iwak empal"

Tak kusadari itulah pertemuan pertama setelah belasan tahun aku harus meninggalkan kota tua.                                                                   

Menyambut hari hari ke depan dengan secercah harapan.

Menyambut impian yang melambung tanpa batas, hingga menembus dimensi kehidupan yang berbeda
Atas dasar pengabdian kutinggalkan segalanya.
Berbekal ilmu dan keyakinan kupasrahkan segalanya.
Azzam dan tawakkal menguatkan tiap langkah, menapaki waktu hingga sampai pada  detik ini.
Lalu...
Samar samar suara itu semakin lekat, terdengar diantara kerumunan orang orang.
Nada dan intonasi yang pernah terekam..
Nyaris tak percaya, tersentak kaget sejenak kala mata memandang, "kamu!" pikirku
Mulut terkunci, rasa bersalah menyeruak
Kupaksakan senyum yang terkesan hambar
Aku tahu kamu tahu
Bengong seketika, sebelum lanjut bicara
"Apa kabar kamu, apakah kamu sudah menetap kembali di sini"
Pertanyaan basa basi terlontar akhirnya, diantara kecamuknya pikiran.
"Ya" jawabmu pendek.
"Tumben, kenapa kamu kembali ke kota tua?" lanjutmu
"Yah, ada acara keluarga" sahutku pelan dengan sesekali kuberanikan diri menatapmu.

Postur tubuh yang berubah,
Dulu tinggi semampai dan atletis, kini tampak tambun.
Bentuk mata kacang almond yang dulu indah, kini tampak menyipit,  tertutup wajahmu yang semakin tembem bulat.
Hanya satu yang tak berubah, kamu tetap familiar dan mengayomi mereka yang tampak lemah, meski saat ini kamu berada di puncak karir yang mempesona.

Tahukah kamu, itu sudah cukup membuatku sejenak tersenyum, melepaskan segenap rasa dan luka yang pernah singgah.

Malang, 25 Februari 2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline