Lihat ke Halaman Asli

Hisyam Suratin

but first, coffee.

Untuk Afi, Soal Tulisan Warisan Itu, Kamu Keliru.

Diperbarui: 26 Mei 2017   18:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Afi dan Bupati Kabupaten Banyuwangi"][/caption]

Lagi barusan kelar baca postingan dedek Afi yang menjamur di berbagai headline media mainstrem beberapa waktu lalu. Saya berasa ditampar.

Jadi gini dek. Perlu kamu tahu, salah satu anugerah indah dari Tuhan adalah akal, yang memberi kita kuasa untuk memroses gagasan menjadi hal yang disebut pemikiran. Namun, kamu juga harus tahu, sudah banyak makhluk yang dimatikan karena memiliki pemikiran yang bagi sebagian orang salah. Kamu, ya, kamu salah dek.

Saran kakak, ya kamu bisa panggil kakak. Aku lebih berumur dari kamu dek. Itu aturannya. Jadilah pemikir cerdas, dunia ini, di negaramu ini, masih sangat kurang orang yang berani mengakui kehebatan, mengakui kebenaran yang tidak menguntungkan diri dan kepentingannya. Mereka bukan radikal, hanya saja, masih butuh perpustakaan yang menyediakan literasi berpikir luas. Masih terkotak dengan kesombongan, "kami paling benar".

Lihat saja, ada Ahok yang dipenjara dua tahun. Atau Aswendo yang dipenjara lima tahun. Apa mereka bukan orang cerdas sepertimu? Tentu, mereka adalah orang-orang cerdas, namun tidak cukup hebat dalam menempatkan diri. Seperti pertandingan tenis meja, saat serve, ketika bola kamu "salah kamar" kamu pasti kehilangan poin. Itu aturannya.

Namun, satu hal yang patut kamu pertahankan. Keberanianmu. Lagi-lagi negara ini masih kurang orang yang cukup berani menyuarakan perbedaan, mereka lebih memilih meninggalkan tanah air, dan bercita-cita pergia dari tempat ini. Jangan seperti itu ya dek. Itu tidak ubahnya seperti pecundang yang lari ketakutan, mereka tidak cukup berani berbuat, maka mereka memutuskan pergi.

Sebagai orang yang pernah tinggal di Banyuwangi, betapa hebatnya kamu ketika bisa berpikir dengan dukungan lingkungan yang kental dengan jiwa - jiwa etnosentris tinggi. Atau kamu memang memiliki pola pikir yang terbalik, dekonstruktif. Itu anugerah dek. Saat di Banyuwangi dulu, aku suka makan nasi tempong, lalu ngopi di pantai, melihat gemerlap lampu di pulau dewata. Sungguh, itu menyenangkan.

Andai saat ini aku satu sekolah dengan kamu, atau kamu sekolah barengan aku dulu, pasti kamu gak akan pernah kupacarin. Bukan, bukan soal apa-apa. Aku gak secerdas kamu, dek. Dulu, otakku sedangkal "cari waktu pacaran saat kosan sepi, atau milihin permen kiss bertulis I Love U di bagian bungkus belakang". Sementara kamu sekarang sudah bisa berpikir soal bangsa. Berani nulis dan menyoal hal sensitif. Kamu hebat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline