Lihat ke Halaman Asli

Hilma Nuraeni

TERVERIFIKASI

Content Writer

Kenapa Selalu Terjadi Keheningan Setelah Menerima Takdir?

Diperbarui: 20 Mei 2025   12:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sumber: Pexel)

Kenapa Selalu Terjadi Keheningan Setelah Menerima Takdir?

Ada satu momen dalam hidup manusia yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Bukan momen ketika tertawa lepas, bukan pula saat air mata jatuh deras karena luka. Tapi sebuah momen yang senyap, setelah semuanya berlalu. Setelah tangis reda, setelah jeritan hati tak lagi bersuara, setelah upaya tak membuahkan hasil, setelah doa panjang tak menghasilkan jawaban yang diharapkan. Saat itu, hanya ada satu kata yang tertinggal di ujung lidah dan hati: ikhlas. Dan setelah kata itu hadir... biasanya sunyi menyusul.

Keheningan. Bukan karena tidak ada yang dirasakan, tapi justru karena terlalu banyak yang dirasakan dan semuanya tak bisa dituturkan. Lalu, kenapa selalu terjadi keheningan setelah menerima takdir?

Suara Hati yang Lelah dan Ingin Diam

Ketika seseorang menerima takdir yang menyakitkan kehilangan orang terkasih, ditolak dari kesempatan impian, dikhianati oleh kepercayaan, atau menyadari sesuatu tak akan pernah bisa dimiliki jiwanya mengalami guncangan. Ia berjuang dalam diam, mencoba memahami sesuatu yang tak bisa sepenuhnya dimengerti. Lalu, datang fase kelelahan batin. Di sanalah, keheningan mulai terasa nyaman. Bukan karena semuanya sudah selesai, tetapi karena tak ada lagi tenaga untuk bertanya "kenapa" atau "kenapa harus aku."

Keheningan itu bukan tanda putus asa, justru bisa jadi tanda bahwa seseorang sedang berdamai. Bukan menyerah, tapi menyerahkan. Menerima takdir bukan berarti tidak terluka, melainkan memilih untuk tak lagi melawan gelombang yang mustahil dihentikan.

Pikiran yang Telah Sampai pada Titik Jawaban

Kita adalah makhluk logis, namun tak jarang hidup membawa kita pada hal-hal yang di luar nalar. Ketika logika tak lagi mampu menjelaskan, dan segala usaha telah ditempuh, maka manusia mulai membuka pintu baru dalam dirinya: pintu pasrah. Di situlah, takdir sering kali menyelinap masuk, tanpa suara, dan mengetuk hati perlahan.

Setelah menerima takdir, biasanya otak kita tak lagi sibuk mencari jalan keluar. Pikiran-pikiran yang tadinya riuh dengan rencana, harapan, dan alternatif kini terdiam. Bukan karena bodoh atau kehilangan semangat, tapi karena ada pengakuan jujur dalam diri: "Aku sudah melakukan semua yang aku bisa."

Dan dalam pengakuan itulah muncul ketenangan. Keheningan hadir sebagai ruang kosong yang bersih, tempat hati bisa bernapas kembali, meski napas itu masih tersendat pelan karena luka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline