Lihat ke Halaman Asli

Herini Ridianah

write with flavour

Taqwa, Solusi Kesempitan Hidup

Diperbarui: 4 Agustus 2018   23:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

hidayatullah.com

Tak dapat dipungkiri, mayoritas rakyat Indonesia saat ini semakin merasakan kesempitan hidup. Bagaimana tidak, setelah lebaran berlalu, berbagai harga kebutuhan pokok naik. Kado pahit diberikan pemerintah secara diam-diam dengan menaikkan harga BBM Per 1 Juli lalu. Harga listrik pun terus naik. Lebih parah lagi, rupiah terus melemah hingga menyentuh Rp 14.500 per dollar pada 3 Juli. 

Akibatnya utang pemerintah bertambah bengkak. Per akhir April 2018 , jumlah utang luar negeri Indonesia mencapai US$358,7 miliar atau Rp.5021,8 triliun (kurs 14.000 per 1 US$). Jika kurs Dolar naik menjadi 14.400, maka jumlah utang itu akan menjadi Rp 5.165,28 triliun (membengkak Rp 143,48 triliun). Cicilan pokok dan bunganya tentu juga membengkak. 

Alhasil, kenaikan kurs Dollar makin menguras kas negara dan cadangan devisa. Membengkakkan pula ongkos energi. Selain itu, derasnya TKA Cina yang masuk telah banyak menggeser tenaga kerja lokal.

"Bagai tikus mati di lumbung padi".Itulah ungkapan yang menggambarkan betapa banyak rakyat kelaparan di tengah kekayaan negeri. Amat disayangkan, Indonesia yang kaya akan sumber daya alam justru semakin terpuruk secara ekonomi. Bahkan para pakar ekonomi menyebut keadaan Indonesia saat ini tengah di ambang krisis. 

Salah satunya Pak Arim Nasim (Pengamat Ekonomi Islam) menyebutkan tepatnya kita sedang berada dalam pusaran siklus krisis berulang 10 tahun-an, yaitu setelah krisis tahun 2008 dan 1998 lalu. Penyebab utama krisis adalah sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan negeri ini sejak zaman kemerdekaan hingga hari ini. 

Menurut beliau, setidaknya ada 5 poin indikasi negeri ini sedang menerapkan kebijakan ekonomi kapitalis, yaitu: (1) perbankan dengan sistem ribawi, (2) semakin masifnya sosialisasi pasar modal yang memunculkan sector non riil dalam perekonomian, (3) pemerintah semakin tergantung kepada utang luar negeri ribawi dalam membiayai pembangunan, (4) uang yang beredar tidak di back-up emas dan perak, (5) massifnya privatisasi atau menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada pihak swasta. 

Akibatnya, Indonesia mengalami ekonomi balon, tumbuh tapi hanya menghasilkan gelembung ekonomi yang setiap saat bisa meletus menjadi krisis. Kebijakan ekonomi yang berpihak pada para pemilik modal (kapital), telah berhasil membuat rakyat terhimpit ekonomi, hingga hidup enggan, matipun tak mau.

Kelima kebijakan ekonomi kapitalis di atas jelas bertentangan dengan sistem ekonomi islam. Bahkan menerapkannya adalah dosa besar dan mengundang murka Allah SWT, seperti dosa riba yang  pelakunya terancam laknatNya. Benarlah firman Allah SWT dalam QS.Thaha ayat 124 : "Siapa saja yang berpaling dari peringatanKu, sungguh bagi dia penghidupan yang sempit , dan Kami akan menghimpunkan dirinya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta."

Dalam pandangan islam, satu-satunya solusi agar negeri ini terhindar dari krisis multidimensi, terbebas dari kesempitan hidup adalah jalan taqwa.  Taqwa berarti tunduk patuh terhadap seluruh aturan Allah SWT, termasuk aturan sistem ekonomi islam. 

Sebagai balasan atas ketaatan terhadap syariatNya, Allah SWT telah menyediakan kenikmatan surga di akhirat kelak, serta kesejahteraan di dunia. Sebagaimana firman Allah SWT: "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetap ternyata mereka mndustakan ayat-ayat Kami, maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."(TQS.Al-A'raaf ayat 96)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline