Lihat ke Halaman Asli

Sahabat, Bagiku Engkau Saksi dari Sebagian Perjalananku

Diperbarui: 6 Juni 2020   05:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Fraster salah satu gangster terkenal di sekolahnya. Ia tidak peduli terhadap nilai merah di buku latihan matematikanya. Ia sudah tahu akan menjalankan ritual cambuk oleh ayahnya sendiri di malam hari. Sebelum tindakan kejam itu menimpanya, ia berlari ke lapangan bola kaki. Sekolah yang terbatas dengan fasilitas itu, hanya mampu menyediakan ruang kelas dan sedikit lapangan untuk upacara setiap senin. Torone siswa yang baru saja pindah di hari ini merasa tersiksa dengan kadar ADHnya yang selalu turun 5 jam sekali. 

"Bu, bolehkah saya izin ke toilet?" tanya Torone menahan ketidaksanggupan kantong kemihnya. 

Guru yang mengajar Matematika tersenyum sinis lalu melanjutkan dengan angka-angka yang semakin sulit untuk dipecahkan. Pelajaran aljabar di siang hari membuat para siswa berhamburan pada salah seorang anak laki-laki yang pandai berhitung. Namun, di sudut ruang kelas kembali terdengar suara laki-laki yang sudah ngotot ingin mengeluarkan cairan yang tidak digunakan tubuhnya kembali.

"Bu... Bole..h" Pembicaraannya terbata saat penggaris panjang melayang di atas sebuah meja belajar.

Ibu Samakin melekatkan pandangannya pada sebuah kerumunan besar yang sedang menikmati sontekan. "Saya belum memberikan instruksi!"

Anak-anak berhamburan keluar kelas menghindari penggaris panjang melayang di jari tangan mereka. Tersisa dua murid yang duduk dengan wajah tertunduk di dalam kelas. "Kenapa tidak lari? Kalian tidak takut dengan saya!" Ibu Samakin menggertak kedua murid yang tertunduk di ruangan sepi itu. Ibu Samakin menunjuk Torone dengan mata melotot "Mengapa kamu masih di sana?"

Torone menangis dengan kencang. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan sembari mendumel dengan suara kecil. Ibu Samakin mendekati anak laki-laki yang beradaptasi dengan kondisi kelas. "Jangan mendekat!" Torone berteriak dengan kencang. Ia mengulang kata yang sama agar Bu Samakin tidak mendekati tempat duduknya. Bu Samakin penasaran dengan sikap Torone padanya. Sewindu ia mengajar di Sekolah Gerakan Muda, kali pertama seorang anak melarang ia melakukan sesuatu adalah hari pertama mengajar. Tidak lain lagi pelakunya adalah Fraster. Selanjutnya, murid kedua yang menghalang langkahnya untuk melakukan apa pun yang diinginkannya adalah anak baru yang menangis tersedu-sedu seperti kehilangan celengannya. 

"Sade, kamu mencium aroma yang aneh?" tanya Bu Samakin?

"Bau pesing, Bu?"

"Iya, seperti itu"

"Bu, baunya di mana?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline