Lihat ke Halaman Asli

Harmoko

Penulis Penuh Tanya

Makan Bergizi Gratis dan Krisis Tata Kelola Publik

Diperbarui: 23 September 2025   12:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(KOMPAS.com/BAGUS PUJI PANUNTUN)

MBG: Dari Program Konstitusi Menuju Polemik Publik

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada dasarnya lahir dari amanat konstitusi: negara wajib memenuhi kebutuhan dasar warganya, termasuk akses gizi yang layak. Presiden menjadikannya program prioritas untuk meningkatkan kualitas generasi mendatang.

Namun, idealisme ini kini berhadapan dengan kenyataan pahit. Kasus keracunan massal ribuan siswa di berbagai daerah, ditambah isu adanya surat perjanjian yang meminta penerima manfaat "merahasiakan" kejadian luar biasa seperti dugaan keracunan, menimbulkan tanda tanya besar. Bagaimana mungkin sebuah program yang seharusnya menyehatkan justru menimbulkan keresahan publik?

Surat Perjanjian: Logika yang Sulit Dipahami

Kabar beredarnya surat perjanjian kerahasiaan di sejumlah sekolah---mulai dari Sleman, Blora, Brebes, hingga Pamekasan---mengguncang kepercayaan masyarakat. Surat itu meminta penerima manfaat MBG untuk tidak menyebarkan informasi terkait keracunan.

Kepala Dinas Pendidikan Sleman, Mustadi, mengakui bahwa surat tersebut memang beredar di sekolah-sekolah. Namun, Badan Gizi Nasional (BGN) membantah pernah mengeluarkan instruksi demikian. Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah membuat perjanjian seperti itu.

Situasi ini menimbulkan dua masalah serius: ketidakjelasan otoritas dan krisis kepercayaan publik. Jika benar ada surat itu, berarti telah terjadi penyalahgunaan instruksi. Jika surat palsu, mengapa bisa menyebar luas dan dipatuhi di lapangan?

Relasi Negara dan Warga: Hak dan Kewajiban

Program MBG berbeda dengan tradisi sosial seperti "Jumat Berkah" yang dilakukan secara sukarela oleh masyarakat. MBG hadir sebagai kewajiban negara, bukan sekadar amal. Artinya, warga negara berhak mendapatkan makanan bergizi dengan standar kualitas terbaik.

Di sinilah letak krusialnya. Negara tidak sedang "berbagi kebaikan," melainkan menjalankan amanat konstitusi. Relasi negara--warga negara seharusnya berbasis pada hak dan kewajiban, bukan pada rasa takut, intimidasi, atau kewajiban bungkam.

Jika negara gagal menjamin kualitas, dan bahkan mencoba membungkam laporan keracunan, maka bukan hanya gagal melaksanakan kewajiban, tetapi juga melanggar prinsip transparansi publik.

Krisis Tata Kelola Publik

Kasus keracunan MBG dan munculnya isu surat perjanjian mencerminkan krisis tata kelola publik. Ada setidaknya tiga indikator:

1. Kualitas Pengadaan dan Distribusi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline