Lihat ke Halaman Asli

Shamrock [Chapter 1: Punishment]

Diperbarui: 16 Desember 2016   23:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

SMA Karya Taruna dipenuhi wajah-wajah bahagia. Sekolah baru, teman baru, begitu yang terlintas di pikiran mereka. Terlebih lagi, tidak ada kekhawatiran kalau akan berhenti di tengah jalan karena masalah biaya. Kebijakan membayar sesuai kemampuan memang berlaku di sini. Soal kualitas gurunya sendiri, bisa dikatakan 11:12 dengan sekolah negeri di Bandung.

Hari ini adalah hari pertama MPLS, atau singkatan dari masa pengenalan lingkungan sekolah. Tahun ini istilah MOS sudah tergantikan dengan inisial empat huruf tersebut. Kostum pesertanya adalah seragam putih biru SMP, serta menggunakan atribut-atribut nyeleneh khas MPLS. Dan, untuk siswinya yang tidak berjilbab wajib dikuncir sebanyak tanggal lahirnya.

Kikan, salah satu murid baru sekolah itu memijit-mijit pelipisya saat terduduk di kelas untuk mendengarkan anggota OSIS berbicara bla dan bla. Ia sendiri tidak paham apa yang mereka bicarakan, padahal terduduk di bangku nomor dua dari depan. Ia lebih fokus tentang bagaimana cara agar kepalanya tidak sakit lagi. Rambut sebahunya memang jarang sekali dikuncir, karena akan membuat pusing. Lalu, sekarang ia harus rela mendapat 24 kunciran, yang terasa sangat rapat supaya kata mama tidak gampang berantakan.

Papa tega banget jeblosin aku ke neraka ini, ya Tuhan!Kikan melipat tangannya di atas meja lantas membenamkan wajah di situ. Kalau bisa pindah, sekarang juga ia ingin melakukannya. Tapi, setidaknya bisa terwujud setelah satu semester.

Kikan tidak suka teman-teman barunya yang tidak keruan. Kikan tidak suka suasana sekolah sempit itu. Kikan tidak suka perlakuan kakak kelasnya yang arogan, terlebih lagi yang perempuan. Dan, Kikan tidak suka bersekolah di tempat yang benar-benar salah! Saking parnonya, ia takut masa depannya akan suram kalau bertahan selama tiga tahun di sana.

“Oke, sekarang tulis alasan kalian kenapa bersekolah di sini! Cepat, waktunya dua menit!!!” titah salah satu anggota OSIS berambut lurus itu. Telinga Kikan rasanya berdengung, apa-apaan ini semua? MPLS bisa dilakukan ‘secara baik-baik,’ kan?

 Kikan pun mengeluarkan note book serta pulpen tanpa minat. Kemudian, teman sebangkunya bernama Ella, yang tidak ia suka gaya bicaranya, menyikut bahunya untuk meminjam alat tulis.

“Ini, ambil aja buat kam… lo,” kata Kikan seraya mengangsurkan sesuatu bertinta itu. Ella menerimanya dengan cepat sambil berterima kasih. Gadis dari Malang, karena mengikuti papanya pindah dinas itu mengembuskan napas. Ia tidak suka sekaligus tidak terbiasa berbicara lo-gue. Sampai kapan pun, ia lebih nyaman menggunakan aku-kamu.

Aku sekolah di sini semata-mata karena kesalahan papaku yang mendaftarkan! Beliau memiliki gangguan kesusahan mengingat kata-kata, tapi soal berhitung itu keahliannya. Maaf curhat, tapi aku tidak akan pernah melupakan kesan bersekolah di sini. Begitu yang Kikan tulis di kertas lantas mengumpulkannya di meja guru dengan memberikan dua lipatan. Anggota OSIS yang tadi memberikan perintah memerhatikannya dan ia yakin akan hapal mana milik gadis itu kalau sudah ada banyak tumpukan sekali pun.

Setelah semuanya terkumpul, salah satu dari senior berseragam OSIS dengan kaus biru laut berkerah itu keluar ruangan dengan membawa sobekan-sobekan kertas di atas meja. Pun dilakukan di kelas-kelas lain. Semuanya akan dikumpulkan di ruang OSIS dan sudah ada yang bertugas di sana untuk mendata alasan rata-rata bersekolah di SMA Karya Taruna.

Ngomong-ngomong, tahun ini sekolah itu mendapat predikat sekolah unggulan dari bupati Bandung, walau murid-muridnya kalah dalam bidang akademik. Namun, diharapkan pada bidang non-akademik akan menonjol. Selain itu, keunggulan SMA Karya Taruna adalah memotivasi lebih banyak keluarga miskin untuk menyekolahkan anaknya, karena biaya yang bisa mereka bayar sesuka hati. Intinya, sekolah ini berusaha untuk meningkatkan mutu pendidikan, terlepas dari ‘menampung’ anak-anak bermasalah untuk lebih terarah pergi sekolah ketimbang mengamen di jalanan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline