Lihat ke Halaman Asli

Hamim Thohari Majdi

TERVERIFIKASI

Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

Cara Membangun Karakter Anak dengan Pujian

Diperbarui: 10 September 2022   03:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi orangtua dan anak.| Dok tirachardz/ Freepik via Kompas.com

Pada hakekatnya karakter anak memiliki kecenderungan kepada kebaikan (hanif), sebagaimana ketika lahir dalam keadaan fitrah (suci- putih), maka pengasuhanlah yang akan mengarahkan anak memiliki karakter tentu.

Ayah bunda, mari belajar bersama pola pengasuhan dengan menggunakan pujian dalam rangka membangun karakter anak yang tangguh, sehat, kuat serta patut dibanggakan. 

Hal ini dimaksudkan untuk memberi pengayaan pengetahuan dan dapat dikolaborasikan dengan pola yang ada dengan cara mengambil yang baik dan mengurangi yang mengurangkan kebaikan.

BANGUN KETERBUKAAN

Inilah awal karakter anak dibangun, yaitu banyak anak yang menjadi boneka bagi orangtuanya, anak-anak dipaksa memerankan diri sebagai sosok masa lalu orangtua. 

Bila anak mengeluh orangtua memberi peringatan "begitu saja sudah mengeluh, orangtuamu dulu waktu sekolah tidak ada buku paket, kalau mengerjakan soal ya langsung dari ingatan yang disampaikan guru". Anak dipaksa masuk ke dalam lorong waktu (seperti film Doraemon) masa sekolah orangtua, tentu tidak ada relevansinya dengan situasi sekarang. Semakin membuat anak pening, tidak diberi solusi, justru cenderung memaki.

Kehadiran anak di hati orangtua adalah ingin mendapat keteduhan, membuang sampah hidup agar orangtua mendaur ulang, sehingga hati anak merasa diremajakan, segar, plong dan bangkit dengan semangat baru.

 Salah satu panggung pujian Pesta ulang tahun (Sumber gambar: Hamim Thohari Majdi)

Keterbatasan waktu dan kebijksanaan orangtua yang membuat ciut nyali anak, orangtua enggan memahami alur cerita, langsung masuk kepada topik, sehingga serpihan-serpihan penting tidak menjadi perhatian dan mengabaikan ketika memberi saran.

"Pokoknya" adalah kata azimat orangtua ketika tidak menemukan diksi yang lain atau bahkan menjadi diksi pamungkas. Padahal justu kata azimat inilah yang membuat hati anak menutup. Enggan melihat wajah orangtuanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline