Lihat ke Halaman Asli

Halima Maysaroh

TERVERIFIKASI

PNS at SMP PGRI Mako

Jangan Ngasal, Takutnya Menyesal: Memilih Tukang Bangunan yang Komunikasi dan Koordinasinya Baik

Diperbarui: 31 Agustus 2023   18:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Proses pembangunan rumah di Pulau Buru (dokumentasi pribadi)

Mampu membangun rumah adalah impian setiap individu karena rumah atau hunian merupakan kebutuhan primer setelah sandang dan pangan. Namun, membangun rumah tidak semudah memimpikannya, butuh biaya yang menembus ratusan juta hingga miliaran untuk merealisasikan impian tersebut.

Menabung untuk membangun rumah bukan sekadar soal biaya material bangunan saja. Tetapi juga soal ongkos tukang bangunan yang tidak main-main harganya. Mau tukang borongan atau pun tukang harian, sama-sama membutuhkan biaya yang hampir sama dengan biaya materialnya. Tukang bangunan  borongan biasanya dibayar atas kesepakatan dari mulai proyek hingga proyek selesai. Sedangkan tukang harian dibayar perhari, hingga bayarannya dihitung sesuai dengan jumlah hari sang tukang bekerja.

Keliru memilih tukang saat hendak membangun rumah, tidak kalah fatal dengan keliru memilih bahan atau material bangunan. 

Tukang atau pekerja bangunan itu dapat dianggap seperangkat dengan bahan bangunan, sama pentingnya, sama dibutuhkannya. Maka, memilih tukang bangunan yang cocok itu mutlak. Tidak boleh asal, takutnya menyesal.

Mencari tahu rekam jejak tukang bangunan

Saat pengalaman saya membangun rumah, disadari bahwa tidak semua tukang bangunan memiliki kriteria yang sama. Bukan hanya soal upah, soal pola kerja, pelayanan yang akan diberikan, atau pun pelayanan didiminta oleh tukang bangunan, semua itu variatif dari tukang bangunan satu dan tukang bangunan lainnya.

Untuk meminimalisir masalah saat proses pembangunan rumah, alangkah baiknya untuk mencari tahu track record tukang bangunan yang akan dipakai jasanya. Entah tukang bangunan secara perorangan maupun secara grup perlu dikenali dulu kriteria dan karakteristiknya.

Berdasarkan pengalaman saya sewaktu membangun rumah pertama di Ambon, tukang bangunannya adalah teman-teman sendiri yang memang kenal. Bahkan salah satunya adalah teman suami saat kuliah. Jadi, komunikasi kami dengan tukang berjalan dengan baik. Tukang kayu yang membuat kusen, tukang yang merakit besi, tukang yang menangani pasir dan semen, tukang yang memasang atap seng, semua adalah orang yang dikenal. Dengan begitu, komunikasi berjalan dengan baik-baik saja.

Berbeda dengan pembangunan rumah kedua saya di Pulau Buru. Saya belum tahu betul kinerja tukang-tukang bangunannya. Juga tidak ada yang kenal secara personal untuk menjalin komunikasi. Maka diputuskan untuk mencari rekam jejak tukang bangunannya.

Setelah mencari rekam jejak tukang bangunan, saya mendapat rekomendasi dari kakak ipar langsung. Yang direkomendasikan adalah tukang bangunan harian yang beberapa tahun lalu juga membangun rumah kakak ipar saya itu. Hasil kerjanya sudah dapat dilihat kokoh dan rapi. Soal makan, juga tidak rewel. Soal budget yang dibayar harian, masih standar, tidak paling murah, juga tidak paling mahal. Orangnya ramah dan baik untuk berkomunikasi.

Maka atas rekomendasi dari kakak ipar itu, saya mendapat tukang atau pekerja rumah yang benar-benar cocok. Kerjanya giat, hasilnya rapi, disiplin waktu, upah terjangkau, makan tidak rewel.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline