Lihat ke Halaman Asli

Hairil Suriname

Institut Tinta Manuru

Nestapa di Jalan Setapak

Diperbarui: 7 Juni 2021   22:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Setapak : foto pixabay.com


Melodi-melodi malam tak mampu kabari riang yang bergejolak. Agin dingin perlahan mengusik dalam-dalam sampai pada lembah hati

Ingin ku acuh tapi takut terjatuh
Diantara lentik-lentik gemulai sapaan angin malam, pikiran ini terpental melampaui rasa rapuh

Kudengar lagi, ada keteduhan di balik langit sunyi, detak yang bergerak ibarat pemantik agar berjarak tidak memilukan hati

Tidak ada sepi yang benar, syair-syair itu kudekap makin erat lalu berubah pekat. Tanpa nada dan juga tanya, kenangan melekat sembari memberi kecupan umpama embun tak punya rasa pada daun

Rintik malam, dekat ini helat yang nikmat, jiwa-jiwa yang kembali lelap ditiduri pujangga langit. Barisan cerita dan sekotak asmara telah pulang pada ketiadaan

Kita yang dekat tak seberapa, berdebat dengan keras lalu mengutuk pagi yang mesra. Terlalu dekat hingga jauh disangka ada, lalu mengadili raga

Terlalu dekat, hingga harap dibunuh jarak. Terlalu dekat, hingga bait-bait indah memilih rehat. Terlalu dekat, meralat sepakat.

Biar saja, mata menumpuk pada bayang kelam. Hadirmu, menggaris jalan tanpa irama lalu menjadi suram

Oh, nestapa berakhir di jalan setapak

Bth, 7 Juni 2021




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline