Belakangan ini ramai konten di media sosial mengenai "in this economy". Kondisi ekonomi yang dirasa semakin sulit ini membuat masyarakat harus berpikir ekstra untuk tetap mencukupi berbagai kebutuhan sehari-hari. Ingat ya, untuk sehari-hari bukan untuk masa depan.
Dalam konten yang disajikan baik dalam bentuk foto maupun video, diceritakan bagaimana seorang suami yang pulang belanja dari pasar. Ia bertanya ke istrinya mengapa belanja sedikit tapi sudah habis Rp 100.000. Padahal, sebelumnya ia sempat menceramahi istrinya agar lebih hemat saat berbelanja.
Namun, setelah berbelanja sendiri, si suami mengetahui harga-harga kebutuhan pokok cukup mahal. Di akhir video, si istri kembali meminta tolong suami untuk membelikan gas dan mengisi galon air minum. Kemudian, suami pun menyerah dan memberikan uang lebih ke istrinya.
Konten dalam video di atas benar-benar relate dengan kehidupan rumah tangga sekarang ini. Para ibu rumah tangga diminta untuk dapat mengatur keuangan keluarga dari uang yang diberikan suami yang ngepas. Sementara itu, kebutuhan rumah tangga bukan sekadar belanja sayur dan lauk di pasar, tetapi juga ada kebutuhan lain, seperti tagihan listrik, air, dan internet.
Terlebih, saat pertengahan tahun. Hal ini menjadi waktu yang menyeramkan bagi para orangtua. Biaya pendaftaran sekolah dan biaya liburan anak adalah penyumbang terbesar pengeluaran di Juni-Juli. Meskipun sudah menghemat biaya dengan liburan di rumah, nyatanya juga tetap membutuhkan biaya ekstra. Sebab, anak-anak akan lebih sering meminta makanan, camilan, atau barang-barang lain untuk mengisi liburannya.
Di era "in this economy", orangtua juga perlu pintar-pintar mengakali pengeluaran. Masalahnya, meski sudah diakali dan dihemat sehemat mungkin, tabungan tetap segitu-gitu saja. Lalu, apakah perlu mencari penghasilan tambahan? Apakah perlu memperbanyak berdoa agar dibukakan pintu rezeki seluas-luasnya?
Rezeki: Ikhtiar atau Pasrah?
Banyak orang mengira rezeki adalah materi, seperti uang atau harta. Padahal, dalam agama yang saya anut, rezeki sendiri bukan hanya sekadar materi, tetapi sesuatu yang bermanfaat yang diberikan Allah kepada umat-Nya.
Rezeki selalu diberikan Allah dalam bentuk apapun, kesehatan, makanan, ilmu, keimanan, keselamatan, dan kebahagiaan. Kenikmatan bernapas, beribadah, dan diberikan anak-anak yang sehat juga menjadi bentuk rezeki yang kita terima.
Jika demikian, mengapa orang berbondong-bondong mencari rezeki? Padahal, Allah sudah memberikan rezeki yang berlimpah dan sesuai dengan kebutuhan manusia. Saat baru lahir, misalnya, manusia tidak perlu mencari rezeki tetapi sudah mendapatkan ASI dari ibu kita. Rezeki berupa tempat tinggal dan kasih sayang orangtua juga menjadi kebutuhan yang dipenuhi oleh Allah tanpa ada usaha yang kita lakukan.