Lihat ke Halaman Asli

Gustaaf Kusno

TERVERIFIKASI

Warisan Ungkapan Terindah William Shakespeare

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13004310661454192476

[caption id="attachment_95129" align="aligncenter" width="600" caption="(ilust thesingingcritic.blogspot.com)"][/caption]

Anda pernah memakai ungkapan ‘menghembuskan nafas terakhir’ atau ‘bahan tertawaan’ dalam tulisan Anda? Mungkin Anda tidak menyadari bahwa dua ungkapan di atas merupakan bagian dari sekian banyak warisan ekspresi goresan kalam kreatif dari pujangga Inggris William Shakespeare dalam berbagai novel klasiknya. Dalam novel Henry VI bisa kita temukan ungkapan breathed his last (menghembuskan nafas terakhir) dan pada novel The Merry Wives of Windsor terdapat ungkapan laughing stock (bahan tertawaan).

Ungkapan-ungkapan tulen Shakespeare ini, kadang-kadang diterjemahkan persis sama seperti padanannya dalam bahasa Inggris, dan sebagian lainnya disadur secara bebas. Ungkapan yang barangkali paling populer adalah love is blind (cinta itu buta) yang termaktub pada novel Merchant of Venice atau parting is such sweet sorrow (perpisahan adalah kesedihan yang begitu manis) yang tertuang pada novel Romeo and Juliet. Dan Anda semua pasti sudah mengenal ungkapan What’s in a name? yang biasa diikuti dengan A rose by any other name would smell as sweet (Apa artinya sebuah nama? Sekuntum mawar dengan nama lain tetap akan semerbak wangi) juga pada novel Romeo and Juliet.

Ada kiasan yang mungkin cocok untuk menggambarkan situasi politik di negara kita dewasa ini yakni much ado about nothing yang maknanya kurang lebih ‘hingar bingar tentang persoalan yang tidak penting’ atau kalau memakai pemeo kita sendiri disebut dengan ‘pepesan kosong’. Ungkapan yang cukup terkenal ini merupakan nama judul salah satu novel pujangga Inggris yang mendapat julukan The Bart(bart bermakna ‘penyair’). Dalam novel The Taming of The Shrew ada pula ungkapan yang bahkan masih sering dipakai dalam wacana modern yaitu break the ice (mencairkan suasana). Dalam pertemuan sejumlah orang yang belum saling mengenal satu dengan lainnya, tentu suasana terasa kaku dan beku. Biasanya tuan rumah pertemuan ini akan mempersilakan masing-masing orang memperkenalkan diriuntuk mencairkan suasana dan inilah yang dinamakan break the ice atau ice breaking.

Ada sejumlah ungkapan lain yang terasa amat pas menggambarkan isi hati dan isi otak kita seperti good riddance (pada novel Troilus and Cressida). Bila kita sangat tidak menyukai seseorang dan kebetulan orang yang sangat kita benci itu karena sesuatu hal harus meninggalkan kita tanpa perlu ikhtiar kita untuk mengusirnya, maka kelegaan itu kita ungkapkan dengan good riddance. Atau ungkapan It was Greek to me seperti dalam novel Julius Caesar yang terjemahan harfiahnya ‘Itu bahasa Junani untuk saya’. Ungkapan ini dipakai apabila kita sama sekali buta atau asing dengan suatu permasalahan atau persoalan, misalnya ada seseorang yang membahas soal teori nuklir dan kita tidak dapat menangkap sedikitpun penjelasannya.

Sejumlah ungkapan bahkan sudah menjadi idiom yang dipakai dalam dalam percakapan sehari-hari seperti barefaced (tidak punya malu dan terang-terangan), fancy-free (tanpa beban), heartsick (nelangsa), hot-blooded (penuh birahi), faint-hearted (pengecut), green-eyed monster (kecemburuan), elbow room (ruang gerak), catch a cold (masuk angin), lackluster (tanpa gairah), naked truth (kebenaran sejati), sorry sight (pemandangan yang mengenaskan), time-honored (kawakan), go-between (perantara), nimble-footed (lincah), fair play (sportivitas), honey-tongued (bermulut manis), fool’s paradise (angin surga), bated breath (menahan nafas karena sangat tegang), refuse to budge an inch (bergeming), come what may (tidak peduli apa pun yang terjadi), in my mind’s eyes (menurut pengamatan saya), lie low (tiarap), not sleep one wink (tidak tidur sekejap pun), one fell swoop ( sapu bersih), salad days (masa muda), sea change (perubahan drastis), snail paced (lamban sekali), stony-hearted (keras hati) dan misgiving (kesangsian).

Lalu tahukah Anda apa makna give the devil his due? Ungkapan ini bermakna ‘mengakui hal-hal positif pada seseorang yang tidak kita sukai, misalnya pada kalimat I don't like the man but - give the devil his due - he works incredibly hard ( Aku tidak menyukai orang itu, tapi –sejujurnya- dia bekerja dengan sangat tekun). Dan satu lagi ungkapan yang khas Shakespeare yaitu foregone conclusion yang bermakna ‘akhir suatu kejadian yang sudah bisa ditebak hasilnya’. Misalnya pada kasus Gayus Tambunan yang menghebohkan dan menguras enerji berbulan-bulan dan berakhir dengan hasil nol besar. Ini sebetulnya sudah bisa kita perkirakan sebelumnya dan bolehlah disebut dengan foregone conclusion.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline