Lihat ke Halaman Asli

Guıɖo Arısso

TERVERIFIKASI

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Menyiasati Ancaman Kekeringan agar Tidak Jadi Penyakit Menahun

Diperbarui: 4 September 2021   15:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi melakukan mitigasi sebelum terjadi kekeringan. (sumber: Thinkstockphotos via kompas.com)

Ditilik dari ilmu geografi, September itu digolongkan sebagai bulan kering atau puncak daripada musim kemarau panjang. Ditandai juga dengan curah hujan menurun dan cuaca terasa panas sepanjang hari.

Meski secara teori mengatakan demikian, tapi pada kenyataannya di beberapa tempat di tanah air, semisal di NTB dan NTT, musim kemaraunya terasa lebih lama lagi. Yakni, dari April hingga Oktober.

Cuaca di bulan September itu memang tidak akan banyak membantu para petani khususnya karena pada saat itu tidak ada tanaman yang bisa ditanam. Kalaupun masih ngotot menanam, ya, maka risiko gagal panen itu sangat tinggi.

Terkecuali bila tanaman yang hendak ditanam itu tidak membutuhkan banyak air dan/atau lokasi lahan bercocok tanam itu berada dekat dengan sumber mata air misalnya.

Lebih lanjut, berbeda dengan reksa wilayah lain di Indonesia, provinsi NTT adalah daerah yang paling rawan kemarau. Setidaknya, dalam artikelnya yang ditulis kemarin di sini (klik untuk baca), kompasianer Roman Rendusara sudah memberikan gambaran kasar kepada kita tentang ekologi pertanahan di Pulau Flores setiba musim kemarau.

Kalau boleh dibilang musim kemarau di NTT itu menyentuh level setan. Pokoknya sadis.

Liuk perbukitan dan lembah yang semulanya hijau asri sesaat bulan basah (musim penghujan) akan berubah menjadi kecoklatan tatkala memasuki kemarau panjang.

Tak hanya itu, debit air sungai yang sebelumnya mengalir deras ke permukiman warga seketika menurun. Demikian halnya dengan saluran irigasi persawahan yang mendadak kering.

Maka tak ayal, selama musim kemarau itu pula, nyaring terdengar suara-suara minor para petani. Ya, ihwal ancaman kelaparan sudah ada di depan mata.

Jadi, sebagai upaya menyiasati musim kemarau panjang itu, para petani di NTT mempunyai perhitungan matematis tersendiri menyoal pranata mangsa pertanian padi, palawija dan hortikultura.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline