Lihat ke Halaman Asli

Liang Teh Surabaya

goenawanwst.blogspot.com

Mari Bantu Pak Jokowi yang Kesepian

Diperbarui: 10 Juli 2020   06:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemarin Pak Jokowi bilang, "Hanya belanja negara yang mampu menggerakkan ekonomi nasional saat ini". Begitu kurang lebih pernyataannya. 

Hal ini memang benar. Banyak sektor bisnis yang saat ini dijalankan dengan pincang. Pesawat terbang, walaupun harga tiketnya lebih tinggi. Tetapi jumlah penumpangnya sepi, di sisi lain ada biaya tambahan berupa protokol kesehatan yang harus diterapkan pihak maskapai.

Restoran, hotel dan tempat hiburan buka dengan omset hanya 30% hampir pasti secara operasional rugi. Perusahaan manufaktur, mobil, motor produk menumpuk belum terjual. Kalaupun ada dana promosi dan innovasi produk, tidak bisa serta merta dilakukan karena daya beli memang menurun.

Laba yang dihasilkan tidak cukup menutupi biaya operasional, karena rendahnya omset perusahaan.

Sebenarnya dalam kondisi normal negarapun sedang kekurangan dana. Mari berhitung secara kasar saja. Belanja negara di APBN kurang lebih hanya 2.200trilyun, sebagian besar dibiayai oleh uang pajak itupun defisit sehingga pemerintah perlu menerbitkan surat utang. Tetapi utang itu normal untuk biaya modal baik itu penyediaan infrastruktur ataupun belanja rutin yang diserap oleh rakyat berupa gaji aparat negara.

Tetapi selama krisis korona ini pemerintah menganggarkan lebih dari 400 trilyun Rupiah untuk mengatasi dampak pandemi covid19. Tentu saja dana itu tidak jatuh dari langit tetapi berasal dari Bank Indonesia yang menyerap utang Negara.

Bukan tanpa resiko mencetak 400 trilyun Rupiah, BI sebagai bank sentral harus berhitung soal dampak inflasi, kurs rupiah dan cadangan devisa. Jika terlalu agresif mengeluarkan 400 trilyun secara cepat, bukan tidak mungkin inflasi membumbung dan efek berantainya justru sangat mahal.

Ditambah dengan penurunan pendaatan karena pendapat pajak berkurang. Maka bisa jadi BI mencetak uang lebih banyak dari sekedar 400 trilyun Rupiah.

Inilah sebetulnya pangkal akar masalahnya mengapa Pak Jokowi marah - marah mengenai belanja departemen dan lembaga yang masih jauh dari anggaran. Memang mencairkan anggaran dari Departemen Keuangan saat ini tidak gampang karena ada skala prioritas dan kehati hatian. Tetapi bukan berarti "ya sudah uangnya sulit suruh kerja". 

"Bapak Ibu tahu caranya" itulah salah satu frasa cuplikannya. Tentu belanja yang dimaksud adalah belanja yang diserap oleh rakyat, belanja produk - produk lokal. Bukan belanja Helicopter bikinan USA, atau alutista luar negeri lainnya. Demikian juga menahan intensif tenaga kesehatan bukan hal tepat untuk berhemat, karena jelas uang itu diserap pasar dalam negeri.

Menghindari belanja import penting, karena dana 400 trilyun yang akan dikucurkan Bank Indonesia akan berpotensi menurunkan kurs Rupiah jika hal ini membuat nerasa perdagangan luar negeri kita defisit besar. Goyangnya rupiah tentu saja akan berdampak lebih buruk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline