Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

Pemindahan Ibu Kota Mendadak, Apa untuk Permalukan Anies?

Diperbarui: 30 April 2019   19:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo (kanan) memberikan ucapan selamat kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kiri) disaksikan Wakil Gubernur Sandiaga Uno saat pelantikan, di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/10/2017).| Sumber: Antara Foto/Wahyu Putro

Jika kita merunut data percakapan netizen. Wacana pemindahan ibu kota sudah ada sejak tahun 2014 menurut data Google Trend. Sehingga wacana ini didengungkan sudah cukup lama. Dengan puncak percakapan begitu intens di tahun 2017. Tangkapan data Google Trend dibawah. 

Baru kemarin Jokowi menetapkan perpindahan ibu kota Jakarta. Dengan dua kondisi yang bernuansa begitu politis jika kita nalar. Pertama, penetapan ini seolah mengalihkan fokus dan ketegangan publik usai Pilpres 2019. Kedua, saat banjir datang ke Jakarta dan Gubenur Anies seolah tidak bisa berbuat banyak.

Pilpres 2019 kita akui sebagai pemilu yang rumit, melelahkan, bahkan banyak memakan korban jiwa. Gontok-gontokan pra-piplres, pada saat QC dirilis, dan sampai RC KPU nanti diumumkan. Pihak 02 nampaknya terus mencoba mendelegitimasi kinerja dan hasil Pemilu 2019 ini.

Publik pun terpolarisasi baik nyata maupun dunia maya. Konflik fisik seperti kejadian di Sampang, Madura konon disebabkan oleh perbedaan pilihan politik. Di linimasa sosmed, polarisasi kian kentara akibat pengaruh filter bubble, provokasi tokoh, dan kuasa bot.

Konflik yang muncul di linimasa dan grup chat, nyatanya melebarkan jurang sosial. Preferensi politik yang kental akan nuansa identitas diumbar oleh kedua pasang Capres. Dampaknya politik berbasis identitas inipun kuat mengakar pra dan paska pemilu, bahkan sejak Pemilu tahun 1955.

Anies Baswedan Gubenur DKI Jakarta - Foto: netralnews.com

Isu spesifik berikut pun bernuansa politis. Gubenur Anies dianggap kewalahan dan tak mampu menanggulangi dan mencegah tahun ini. Secara tidak sadar, ada korelasi hal ini pada penetapan pemindahan ibu kota negara.

Sudah menjadi rahasia umum, kalau Anies-Sandiaga menjadi rival Ahok-Djarot di Pilkada 2017 lalu. Dengan isu agama Anies-Sandi dianggap mampu mengalahkan Ahok. Sehingga, simpatisan Ahok dianggap menjadi "barisan sakit hati" dan terus mengkritik Anies sampai saat ini.

Status menteri pecatan Jokowi menjadi momok Anies yang lain. Alasan mengapa Jokowi mendepak Anies dari kursi Mendikbud dulu, kini terlihat dari kinerjanya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Setidaknya itulah yang menjadi dasar asumsi banyak pihak kontra Anies.

Trend Pindah Ibukota Jakarta dari Google Trend - Ilustrasi: istimewa

Di satu sisi, anggapan bahwa kinerja Anies tidak memuaskan selama 2 tahun juga nyata. Jakarta kembali dilihat semrawut. Peristiwa mencolok yang cukup terlihat ketika perhelatan Asian Games 2018 berlangsung di Jakarta. Mulai dari pengecatan trotoar sampai waring sungai yang akhirnya dibuang percuma. Dianggap solusi sporadis dan kurang solutif bahkan preventif.

Banjir kiriman yang datang pun mengental citra kurang baik sang Gubernur. Solusi seperti normalisasi sungai, penyerapan vertikal, sampai pembuatan reservoir kurang serius direalisasi. Padahal solusi-solusi ini diwacanakan jauh sebelum banjir melanda belum lama ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline