Lihat ke Halaman Asli

Gatot Tri

TERVERIFIKASI

Swasta

Ketika "Environmental Quotient" Bisa Selamatkan Lingkungan

Diperbarui: 12 Juli 2018   19:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto ilustrasi: zeenews.india.com

Faktor kecerdasan manusia selama ini bisa diketahui lewat metode penaksiran Intelligent Quotient atau IQ berdasarkan standar yang pertama kali dibuat oleh psikolog Jerman William Stern. Terdapat serangkaian tes terstandar dimana nilai setiap tes dihitung untuk mengetahui angka IQ-nya. Ada level jenius (di atas angka 140), sangat superior, superior hingga paling bawah adalah kelompok definite feeble-mindedness (di bawah angka 70) -- termasuk di sini moron dan idiot.

Mengikuti IQ, sejumlah quotient atau kecerdasan lainnya muncul. Berbeda dengan IQ yang ilmiah, istilah kecerdasan-kecerdasan yang muncul belakangan tidak memiliki sandaran ilmiah. Pun tidak ada standar baku untuk menilai kecerdasan-kecerdasan itu selain melihat sejumlah aspek atau syarat untuk memenuhinya. 

Kita mengenal misalnya Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan emosional untuk menakar sisi emosi individu terkait dengan hubungan sosial antar manusia di mana Daniel Goleman menjadi orang yang memperkenalkannya secara luas.

Ada pula Spiritual Quotient (SQ) untuk meraba tingkat kecerdasan spiritual individu dan Financial Quotient (FQ) atau Financial Inteligence untuk mengetahui tingkat kecerdasan mengelola keuangan. Serta sejumlah kecerdasan-kecerdasan lainnya. 

Nah, salah satu kecerdasan yang juga penting bagi manusia adalah kecerdasan lingkungan atau environment quotient. Referensi mengenai kecerdasan ini masih sangat minim. Namun menurut pendapat saya, kecerdasan ini penting karena kehidupan kita sehari-hari berkaitan langsung dengan Bumi yang kita tinggali.

Manusia hidup di Bumi, meyerap segala sumber dayanya untuk keberlangsungan hidupnya. Bumi dan seisinya telah menyejahterakan manusia, namun di sisi lain kondisi Bumi kian hari kian terancam akibat ulah manusia sendiri. Manusia mengeksploitasi alam tetapi secara bersamaan juga mendegradasinya.

Deforestasi hutan misalnya, dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia tetapi di sisi lain keragaman hayati dan biodiversitas terancam. Keberlangsungan hidup satwa yang sebelumnya telah lama hidup di sana menjadi terusik bahkan terusir.

Manusia juga berperilaku kurang bersahabat terhadap alam dengan misalnya membuang sampah sembarangan di sungai yang menggerus ekosistem di sana. Penebangan pohon secara tidak terkendali menyebabkan bencana tanah longsor di sejumlah tempat. Udara penuh dengan polutan disebabkan efek samping teknologi temuan manusia.

Berkaca pada sejumlah potret degradasi lingkungan yang nyata terjadi di depan mata kita, apa yang harus dilakukan oleh manusia untuk mengurangi degradasi lingkungan atau bahkan membuatnya menjadi nol?

Jawabannya adalah dengan memiliki environmental quotient atau kecerdasan lingkungan. Lalu, bagaimana kita bisa memilikinya?

Menurut saya, kecerdasan lingkungan bukan tentang bagaimana kita bisa memilikinya. Ini adalah soal kemauan. Ya, sesederhana itu. Kemauan untuk enggan merusak lingkungan, kemauan untuk tidak mencemari atau mengotori alam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline