Lihat ke Halaman Asli

Mungkinkah Bedah Rumah Jelang Pemungutan Suara Merupakan "Tugas Titipan" Ahok pada Soemarono?

Diperbarui: 6 April 2017   11:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Beritagar.id

Warga DKI Jakarta harus mulai waspada dan membuka pikiran dan hati nuraninya secara jernih. Pasalnya, calon petahana gubernur-wakil gubernur DKI Jakarta, Ahok-Djarot mulai menerapkan strategi pamungkas untuk mendulang simpati dan suara warga DKI. Strategi tersebut khas calon petahana.

Apa strategi pamungkas tersebut? Strateginya sebenarnya sederhana, tapi dalam beberapa kasus sangat efektif mendulang suara calon petahana. Yakni, menggelontorkan program atau kegiatan bantuan kepada masyarakat, di saat moment-moment terakhir pemungutan suara.

Program atau bantuan yang sifatnya langsung tersebut dapat mempengaruhi persepsi sementara publik tentang calon petahana, terutama bagi pemilih dengan ekonomi lemah dan pendidikan rendah. Pasalnya, program atau kegiatan seperti ini memiliki dampak langsung tapi sementara terhadap kehidupan warga. Sebelumnya, kita pernah mengenai bantuan langsung tunai (BLT) bagi warga miskin di seluruh negeri.

Strategi politik serupa hari ini mulai dilakukan. Yakni, melakukan bedah rumah yang tidak layak milik warga miskin dan kurang mampu. Memang, program tersebut dilakukan oleh pemprov DKI Jakarta di bawah gubernur sementara, Soemarsono. Tapi, tidak perlu dipungkiri bahwa program yang diluncurkan dua hari menjelang pemungutan suara, sangat kental beraroma politis. Karena itu patut diduga bahwa salah satu tugas yang “dititipkan” Ahok kepada Soemarsono menjelang masa cuti kampanye putaran kedua beberapa waktu yang lalu adalah program tersebut.

Strategi semacam ini pada dasarnya khas calon petahana. Kenapa, karena mereka yang tengah memegang kekuasaan untuk menentukan kebijakan dan program di pemerintahan. Strategi politik tersebut tentu saja sangat tidak elegan dan memang bernuansa politis. Bahkan bantuan semacam itu sebenarnya bukan bentuk kepedulian pemerintah daerah kepada masyarakat. Sebaliknya, bantuan seperti itu adalah bentuk politisasi penderitaan masyarakat hanya untuk kepentingan politik.

Karena itu, bantuan bagi masyarakat miskin yang tadinya memiliki nilai luhur, berubah menjadi strategi politik partisan dan parsial. Oleh sebab itu, satu-satunya harapan kita adalah warga DKI Jakarta bisa lebih bijak nan cerdas menanggapi program-program pemerintah di moment-moment menjelang pemilihan suara. Sebab, bantuan tersebut bukan kebaikan hati pemerintah, tapi cara politis untuk membodohi dan menutup mata masyarakat atas ketidakadilan yang mereka rasakan lima tahun sebelumnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline