Cerpen: Uang Tutup Mulut
Amarah Dimas meluap-luap melihat kekacauan di rumahnya. Ia tak pernah menduga, jika anak laki-lakinya yang selama ini ia pikir rajin belajar di dalam kamarnya ternyata bermain judi online.
"Kamu kira kamu bisa kaya dengan main judol. Kamu kira kamu pintar bisa menang main game online itu?!" bentak Dimas geram. Suaranya menggelegar, terdengar sampai ke jalan depan rumah bahkan ujung jalan kompleks yang jaraknya 100 meter lebih. .
Padahal Dimas bukan ayah pemarah. Suaranya yang keluar setiap kali berbicara tak sekalipun bernada tinggi. Baik di rumah dan juga di kantor, Dimas dikenal sebagai sosok yang lembut.
Sebagai kepala divisi humas, Dimas lebih memilih diam jika bawahannya bikin kesal. Begitupun sebagai kepala keluarga, dia tak banyak bicara ketimbang istrinya.
Tapi kali ini ulah Zaki sudah diluar batas toleransinya sebagai ayah yang pendiam. Anak kedua Dimas yang duduk di kelas 11 itu mampu membuat Dimas bertindak di luar kebiasaannya.
Zaki selama ini merupakan anak penurut. Meski bukan anak jenius, tapi nilai akademisnya tak pernah mengecewakan. Meski mudah bergaul, tapi Zaki tak pernah salah memilih teman dan tak pernah terlibat tawuran.
"Keluarga kita pantang mainl judi. Papa nggak pernah ngajarin kamu kayak begitu. Kamu benar-benar sudah keterlaluan, Zak."
Zaki tertunduk di hadapan ayahnya. Tapi matanya menyiratkan dendam.
"Kenapa kamu bisa sampai kenal judi? Siapa yang menjerumuskan kamu? Jawab!" hardik Dimas.