Lihat ke Halaman Asli

Galih Juang

Mahasiswa Pendidikan Sejarah di Universitas Jember dan Sekretaris DPC Taruna Merah Putih Kabupaten Mojokerto

Perlunya Humanisasi dalam Dunia Pendidikan

Diperbarui: 11 Maret 2023   11:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para pejalar Sekolah Menengah Atas (SMA) yang terlambat tiba di halaman SMA Negeri I Kupang di Kota Kupang, NTT, Rabu (1/3/2023). Foto: ANTARA FOTO/Ko

Dunia pendidikan belakangan ini jadi sorotan dan santer dibicarakan oleh berbagai kalangan, baik kalangan yang ada di tongkrongan warung kopi, tongkrongan para pelajar dan mahasiswa, tongkrongan para ibu-ibu rumah tangga, tongkrongan para praktisi pendidikan, maupun tongkrongan para elite politik---dalam hal ini yang mempunyai hak dan wewenang untuk membuat suatu kebijakan.

Para kalangan ini saling menyoroti terkait kebijakan dan peraturan yang dibuat serta dikeluarkan oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat yang membuat suatu aturan dan kebijakan baru dalam dunia pendidikan yang ada di daerahnya.

Di mana dia membuat suatu kebijakan siswa SMA/SMK sederajat harus berangkat ke sekolah pukul 05.00 pagi. Kebijakan itu langsung diuji coba di sepuluh sekolah---meski kebijakan tersebut kemudian direvisi menjadi jam 05.30 WITA.

Kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi tersebut menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Tetapi dalam hal ini massa yang kurang setuju dan cenderung melawan kebijakan tersebut menilai bahwa kebijakan yang dikeluarkan Gubernur NTT tersebut tidak berlandaskan atau tidak berpijak terhadap penelitian keilmiahan dan cenderung ngawur dalam membuat sebuah keputusan.

Bagaimana tidak, politisi partai Nasdem tersebut membuat kebijakan dimana ia memerintahkan para siswa masuk sekolah pukul 5 pagi dengan alasan bahwa sang gubernur ingin melatih dan membentuk karakter siswa/i SMA/SMK serta melatih etos kerja yang ada di Nusa Tenggara Timur.

Niat awal yang diinginkan oleh gubernur sebenarnya baik karena ingin melatih karakter siswa agar lebih disiplin dan bisa bertanggung jawab. Akan tetapi niat awal yang baik tersebut tidak didukung oleh berbagai hal yang membuat niat tersebut menjadi salah kaprah dalam bertindak.

Begitu banyak aspek yang membuat keputusan gubernur tersebut sangat layak untuk dikritisi sekaligus dilawan. Dari kebijakan tersebut kita bisa menilai dari sisi psikologisnya terlebih dahulu. Dampak dari kebijakan tersebut sangat memungkinkan menghasilkan efek yang buruk bagi siswa itu sendiri.

Kebijakan berangkat ke sekolah pukul 05.00 pagi dapat berdampak terhadap kondisi fisik, emosi, dan kognitif para siswa. Jika dilihat dalam segi kondisi fisik, kebijakan tersebut dapat mempengaruhi kualitas tidur para siswa sehingga dapat memengaruhi kondisi fisiknya.

Di sisi lain, penambahan jam sekolah juga berakibat terhadap siswa yang nantinya menjadi kelelahan akut terhadap anak yang bisa menurunkan imunitas tubuh sehingga sangat rentan terhadap penyakit serta belajar menjadi tidak fokus.

Dikutip dari tempo.co, kebijakan masuk sekolah pukul 05.00 pagi juga memiliki dampak terhadap segi emosi anak. Mereka harus bangun lebih pagi dari biasanya yang hal tersebut justru tidak mudah. Juga dengan orang tua yang bisa sewaktu-waktu tersulut emosinya ketika melihat sang anak belum siap untuk berangkat ke sekolah.

Terdapat lingkaran persoalan emosi negatif dalam kondisi seperti itu. Belajar di sekolah yang seharusnya diawali dengan emosi positif yang penuh akan harapan dan motivasi, malah menjadi emosi yang negatif yang penuh ketakutan dan kekhawatiran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline