Lihat ke Halaman Asli

Goenawan

Wiraswasta

Setelah Tax Amnesty, Pajak Kita Anjlok

Diperbarui: 11 Juli 2017   10:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Kompas.com

Sejak awal saya tidak setuju dengan tax amnesty dan repatriasi, terlalu mahal biayanya dan ini metode primitif untuk mendongkrak pajak. Mungkin karena S1 Teknik Mesin saya dianggap tidak capable soal ekonomi, ok baiknya kita telaah saja.

Investasi, pajak, perdagangan saham, forex dan sebagainya selain dipengaruhi oleh faktor fundamental ekonomi dan teknikal ada yang lebih penting yaitu soal behavioral. Jika dalam kondisi steady stade, maka faktor fundamental dan teknikal akan sangat dominan mempengarahui pergerakan trend, tetapi dalam kondisi panik dan crash, faktor behavioral menjadi sangat dominan. Behavioral ini sekaligus menjelaskan mengapa harga minyak saat krisis ekonomi kemarin bisa mencapai jauh diatas 100US$, kemudian meluncur di bawah 50US$, secara fundamental dan teknikal jelas banyak yang dilanggar, garis support dan resistent tidak ada artinya, harga tersebut tidak mencerminkan faktor demand dan supply secara real.

Tax amnesty dan repatriasi bagi pelaku usaha dan orang berduit adalah sebuah kondisi crash yang menimbulkan ketidak-pastian. Ada ketakutan dan ketidak tahuan apakah hartanya melanggar pajak, bagaimana dengan uang investasinya yang bersifat iddle dan dinamis yang berubah - ubah bentuk investasinya? Apakah ini melanggar pajak. Intinya banyak wilayah abu - abu yang dianggap sebagai RISK oleh pelaku usaha dengan adanya Tax Amnesty dan repatriasi. Salah - salah masalah kesalahan perhitungan pajak berakhir di ranah hukum yang mahal.

Dalam hal ini behavioral para pemilik modal jelas bahwa menyimpan duit dan buka usaha di Indonesia sangat beresiko. Beresiko karena sistem hukum dan pajak yang kadang sulit ditebak.

Realisasi Penerimaan Pajak Semester 1 2017 Baru 38% dari Target (Sumber)

Dalam APBN Perubahan 2017, pemerintah menurunkan target penerimaan pajak dari 1498 Trilyun menjadi 1450 Trilyun. Penurunan ini sebetulnya masih terlalu tinggi dibanding dengan realisasi penerimaan pajak pada semester 1 2017 hanya mencapai 38,2 %.

Penurunan target penerimaan pajak ini jelas warning keras terhadap pemerintah dan dunia usaha. Terhadap pemerintah, menunjukkan bahwa iklim investasi dan perpajakan tidak ramah terhadap dunia usaha. Disisi lain pemerintah perlu dana yang makin besar setidaknya selama dua tahun kedepan untuk menyelesaikan proyek infrastruktur yang sedang berjalan. Bagi dunia usaha, secara real sebenarnya ini mencerminkan bahwa dunia usaha mengalami penyusutan aktivitasnya.

Saran: 

Pemerintah sebaiknya menjaga iklim investasi secara baik dan memberi kepastian usaha. Cara - cara ancaman hukum sudah terlalu primitif dilakukan saat ini, jika faktanya disisi lain ada kasus pajak yang menyeret nama adik ipar orang nomer 1 di Indonesia.

Pengusaha licik? mungkin begitu persepsi orang, tetapi sebenarnya mereka realistik, mereka bicara soal peluang dimana banyak orang tidak berani mengambilnya. tetapi jika pemerintah terlalu keras, kabur lah mereka toh masih banyak tempat lain berusaha. Pengusaha mencari uang , tetapi bukan berarti tidak takut proses hukum, apalagi jika hukum bisa di bengkok - bengkokkan seperti yang terjadi pada SMS Harry Tanoe.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline