Lihat ke Halaman Asli

Night Eating Syndrome

Diperbarui: 20 Juni 2015   04:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)

[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)"][/caption] Pernahkah Anda mendengar istilah "Night Eating Syndrome"? Atau mungkin Anda pernah mengalaminya? Seperti namanya, Night Eating Syndrome (NES) merupakan kebiasaan makan pada malam hari menjelang tidur. Namun berbeda dengan makan malam yang lazim dikenal, kebiasaan ini biasanya muncul di antara makan malam dan sebelum tidur. Lalu apa bedanya dengan kebiasaan ngemil atau minum susu di malam hari? Atau, apakah orang yang senang mengunyah snack sembari menikmati siaran malam hari dapat dikatakan mengalami sindrom ini? NES pertama dikenal pada tahun 1955, yakni ditemukannya kebiasaan makan di malam hari pada individu-individu obes. Namun seiring perkembangannya, Peneliti juga menemukan bahwa kebiasaan ini juga dapat muncul pada individu non-obes. Diperkirakan sekitar 6-16% orang gemuk mengalami masalah ini. Sementara pada populasi umum, angkanya berada pada kisaran 1,5%. Tak banyak yang mengetahui, NES juga termasuk gangguan psikis terkait pola makan. Dari statistik pun menunjukkan, masalah NES rupanya lebih sering ditemui pada pasien-pasien psikiatri (12,4%) dan sekitar 25% pada pasien psikiatri dengan kegemukan. Bila Anda pernah mendengar tentang bulimia nervosa atau binge eating disorder (BED), maka NES boleh disebut sebagai gabungan kedua penyakit tersebut. Untuk mengecek apakah Anda mengalami NES, berikut adalah kriteria umum yang digunakan: (Allison et al, 2010) (1)    Konsumsi minimal 25% kebutuhan kalori harian pada malam hari (setelah makan malam), atau terdapat ≥2 episode makan di malam hari (nocturnal eating) dalam seminggu. (2)    Sang individu sadar/mengetahui tentang episode makan tersebut. (3)    Minimal tiga dari kriteria berikut: anoreksia (tidak nafsu makan) di pagi hari, adanya keinginan kuat untuk makan di antara makan malam dan tidur, insomnia (sulit tidur), percaya bahwa makan di malam hari dapat membantu tidur, atau mood yang memburuk di malam hari. Mengapa Menjadi Masalah? Selama ini banyak diketahui bahwa asupan kalori berlebihan di malam hari- ketika aktivitas (kebutuhan kalori) berkurang- dapat memperburuk atau memicu kegemukan. Tak hanya gemuk dari sisi penampilan, namun profil metabolik tubuh juga ikut berubah. Ada sebuah penelitian unik di tahun 1989 yang membandingkan antara pola makan di pagi hari (kelompok A) dan malam hari (kelompok B). Ringkasan penelitiannya seperti berikut. Kelompok A diminta untuk menghabiskan seluruh makanan (asupan kalori 1 hari) di pagi hari, tepatnya 1 jam setelah bangun pagi. Selain makan pagi tersebut, tidak ada makan siang atau malam lagi. Sebaliknya, Kelompok B diminta untuk melakukan hal tersebut di malam hari (selisih 12 jam dengan Kelompok B) tanpa ada sarapan atau makan siang. Setelah 3 minggu pengamatan, ditemukan bahwa kelompok A mengalami mengalami penurunan berat badan, sementara kelompok B tidak mengalami hal tersebut. Demikian halnya dengan kadar oksidatif stres pada kelompok B yang lebih tinggi dibandingkan kelompok A. Dari riset klasik ini jelas terlihat bahwa jadwal asupan kalori sangat penting dalam proses metabolisme tubuh. Menariknya, topik seputar makan di malam hari (evening eating) mulai banyak mendapat perhatian kembali dari para pakar. Salah satunya menghubungkan antara profil gula darah dengan pola makan di malam hari. Dalam Journal of Diabetes and Its Complication 2014, Peneliti menemukan bahwa kontrol gula darah lebih mudah terganggu di malam hari sehingga pasien yang berisiko diabetes (mis. prediabetes) sangat dianjurkan untuk betul-betul mengatur jadwal makan sehari-hari. Dan seperti yang telah diketahui, kontrol kadar gula darah dan oksidatif stres berpotensi kuat menimbulkan penyakit jantung dan pembuluh darah di kemudian hari. NES, Kebiasaan yang menjadi Gaya Hidup atau Murni Penyakit? NES telah dikategorikan sebagai gangguan pola makan karena telah menimbulkan hendaya dalam kehidupan sehari-hari. Memang, terdapat beberapa kebiasaan, yang mungkin dianggap biasa, namun sesungguhnya butuh penanganan khusus secara medis. Beberapa riset telah menemukan bahwa NES memiliki kaitan erat dengan depresi, terutama depresi berat, maupun stres sosial yang bersifat kronis. Selain masalah waktu makan, NES juga khas ditandai dengan adanya tendensi untuk makan dalam porsi yang semakin besar (emotional eating) dengan frekuensi yang juga cenderung semakin sering. Sederhananya, pola NES ini bagaikan lingkaran setan yang sulit diputuskan. Meski demikian, para peneliti pun mengakui masih banyak misteri yang belum diketahui dari NES ini. Bagi Anda khawatir mengalami masalah ini, coba telusuri kebiasaan makan Anda lebih detail lagi. Walaupun tanda utamanya adalah makan di malam hari, NES perlu dilihat sebagai masalah yang turut melibatkan aspek kehidupan yang lebih luas. Jadi, kebiasaan ngemil sembari menonton televisi di malam hari tidak cukup untuk mendiagnosis NES. Namun, bila Anda memang cocok dengan kriteria-kriteria di atas, mungkin Anda perlu berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter ahli kejiwaan (psikiater). Salam Sehat untuk kita semua!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline