Lihat ke Halaman Asli

Pesta Demokrasi 2019, Menyedihkan?

Diperbarui: 14 September 2018   08:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Agustus lalu, 2 calon presiden sudah mengumumkan calon wakil presidennya masing-masing. Bak seperti berita besar yang memukau, calon wakil presiden di beri sorotan camera yang berlebihan, apa yang mendasarinya? Tentunya 2 kubu yaitu cebong dan kampret terheran heran dengan pilihan 2 calon presiden yang tidak disangka sangka. Di mula dengan berbagai calon yang bakal di percaya mulai dengan latar belakang akademisi, intelek milineal, ulama penyatu bangsa sampai sebutan lainnya yang katanya bakal membuat perubahan keadaan bangsa sekarang ini yang notabene banyak menjadi komentator jari ketimbang komentator hati.

Sebelum pendaftaran calon presidenpun, sudah ada gerakan bermunculan seperti jokowi2periode ataupun 2019gantipresiden. Tak hanya perang sosial media yang sudah merebak namun juga perang fisik diantara 2 kubu ini, sampai sampai tagar 2019gantipresiden di bahas di beberapa stasiun tv swasta namun tagar lainnya tidak di bahas, itu mungkin karena media sudah memilih keberpihakannya kesiapa. Benar kah?

Aksi deklarasi 2019gantipresidenpun sudah digelar di beberapa tempat, tentunya dengan berbagai drama ,beberapa daerah entah itu ormas ataupun dari pihak yang punya kepentingan tidak menyetujui, dan masih ada pro kontra mengenai tagar itu tentunya. Jika kamu mendengar KPU, tagar tersebut tidak menjadi masalah, dan beberapa politisi maupun akademisi pun menyetujui, dan ada juga beberapa akademisi yang tidak menyetujui dengan berpikir kalau tagar tersebut merupakan keinginin untuk merubah sistem kepemerintahan.

Tak ubahnya kubu sebelah yang mengalami perlakuan seperti itu, kubu satu lagi juga tak mau kalah. Berbagai serangan mengenai kinerja pemerintahan jaman now yang lebih menyalahkan presiden ini memang dirasa berlebihan, sampai jika kamu mengobrol dengan orang yang tidak terlalu tertarik mengenai politik dan hanya berselancar di media sosial, maka mereka akan mendapati seorang presiden yang diejek terlalu berlebihan terlebih sama bangsanya sendiri. Bahkan jika bapak presiden punya salah, apakah tidak ada etikanya sama sekali untuk melakukan perbuatan melontarkan komentar seperti itu sampai dengan mengepost "aib" presiden.

Teman bisa menjadi musuh di layar kaca dan ladang politik ? berita itu populer ketika masing masing kubu mengumumkan mengenai ketua kampaye nasional. Adapun di ranah medos dan juga dunia maya, teman juga bisa menjadi musuh, dengan tidak menyakini salah satunya dan juga mengekspos aib kubu yang bertolak belakang dengannya.

Sehatkah seperti itu? Tentunya keadaan seperti itu lumrah terjadi, perang kubu, saling membenci kadang tanpa alasan jelas. Namun apa yang menyedihkan? Itu adalah jika ada pembumkaman suara dengan alih-alih makar, penanyangan kinerja pemerintah yang tiba-tiba di bioskop padahal kenapa tidak dilakukan dari dulu, pencaci makian presiden yang berlebihan, dan lainnya. Jika di tahun 2018 per September saja sudah seperti ini, maka setelahnya apakah demokrasi akan berjalan pincang atau "ngesot" dengan tindakan cebong dan kampret?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline