Lihat ke Halaman Asli

Bisakah Prabowo Berkuasa Tanpa Dukungan Purnawirawan Berbintang?

Diperbarui: 20 Juni 2015   03:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14025887061887029322

[caption id="attachment_328659" align="aligncenter" width="450" caption="Agum Gumelar - Prabowo Subianto"][/caption]

Dalam satu dekade terakhir, kondisi keamanan negara Republik Indonesia bisa dibilang relatif aman. Pasca-serangan bom teroris dan kerusuhan SARA yang bertubi-tubi sejak tahun 2000 sampai medio 2004, presiden Susilo Bambang Yudhoyono setidaknya berhasil menekan terorisme dan kerusuhan SARA di Indonesia sampai titik terendah.

Ini terbukti dari tidak adanya pergerakan signifikan dari teroris, mengingat semakin solid-nya Densus 88 yang bekerjasama dengan aparat TNI dalam memerangi terorisme serta berhasil menangkap dan mengeliminasi gembong teroris di berbagai daerah. Percikan sentimen SARA timbul hanya dari beberapa ormas radikal-undamentalis di beberapa daerah. Namun, perkembangan ormas seperti ini memang tidak bisa dibiarkan, karena mereka tidak lagi menggunakan azas Pancasila dalam setiap aksi-aksinya. Mereka cenderung mengedepankan kekerasan dengan anti-kebhinekaan, meminggirkan kaum minoritas dan beberapa kali memprovokasi dengan sentimen anti-etnis tertentu dalam beberapa orasi di depan anggotanya.

Bagaimana nasib keamanan dan stabilitas bangsa ini setelah 9 Juli 2014 nanti atau setelah SBY tidak lagi menjabat sebagai presiden RI? Apakah Prabowo, yang notabene mantan jenderal di TNI bisa mengendalikan keamanan di dalam negeri kalau ia berhasil berkuasa?

Prabowo Subianto merupakan mantan perwira tinggi TNI, namun ia juga adalah antagonis dalam tubuh TNI di periode 1990-2000. Ia memiliki banyak keistimewaan dengan statusnya sebagai menantu mantan presiden Soeharto. Kenaikan pangkat yang sangat cepat dan adanya komando bayangan secara langsung dari presiden membuat ia kurang disukai di TNI dan ini juga yang mengakibatkan Prabowo disidang oleh Dewan Kehormatan Perwira karena sikap membangkangnya kepada rantai komando dengan melakukan beberapa tindakan di luar kewenangannya dan indisipliner.

Apakah bisa disamakan kondisi SBY tahun 2004 dengan Prabowo di 2014? Tentu tidak. Mengingat, SBY dan Prabowo sangatlah berbeda (baca: Saya Taruna Nakal, SBY Taruna Teladan), walau keduanya berasal dari institusi yang sama. Dan rasanya hal ini jugalah yang membuat SBY tidak mendukung Prabowo. Sebab, bila SBY terang-terangan mendukung Prabowo, maka nama baiknya dipertaruhkan, mengingat dokumen Dewan Kehormatan Perwira telah beredar luas dan SBY turut menandatanganinya.

Ketidaksukaan purnawirawan jenderal TNI atas Prabowo ini sudah mengemuka dengan munculnya dukungan dari ratusan purnawirawan jenderal kepada Jokowi (sumber). Dan diteruskan dengan berbagai macam fakta yang dibuka kepada publik mengenai Prabowo, dan tidak ditanggapi serius oleh SBY atas beredarnya dokumen Dewan Kehormatan Perwira tersebut (sumber).

Selain itu, dalam kelompok pendukung kedua capres, hampir tidak ada purnawirawan jenderal yang mendukung Prabowo sebagai presiden 2014-2019. Berlaku sebaliknya untuk Jokowi. Entah ini memang sebuah konspirasi atau memang kekesalan para purnawirawan akibat dari kengototan Prabowo untuk mencalonkan diri tahun ini, mengingat status Prabowo yang diberhentikan dari TNI.

Hilangnya dukungan dari para purnawirawan jenderal ini sedikit banyak membuat saya sebagai penulis khawatir, mengingat, para jenderal purnawirawan ini bukan orang baru di dunia perpolitikan Indonesia dan internasional. Mereka tahu persis bagaimana mengkondisikan dinamika perpolitikan bangsa.

Dengan hampir tidak adanya dukungan purnawirawan jenderal ini, kondisi keamanan negara sangat berpotensi rentan dengan perpecahan dan konflik horizontal. Dan Prabowo akan sangat sulit menghadapinya bila hal ini benar-benar terjadi. Ditambah, Prabowo dengan berani mengajak ormas-ormas yang selama ini dianggap anti-sekulerisme dan radikal dalam koalisi yang dibangunnya saat ini. Ini diungkap juga oleh The Wahid Institute bahwa dengan adanya ormas radikal di dalam koalisi Prabowo justru akan menjadi bumerang apabila berhasil menjadi presiden RI (sumber).

Lalu kenapa posisi para purnawirawan jenderal TNI menjadi penting? Walau secara kasat mata peran TNI di dunia perpolitikan Indonesia telah dihapus, namun secara tidak langsung, peran dan kharisma para purnawirawan jenderal ini di beberapa wilayah masih sangatlah penting untuk menciptakan stabilitas keamanan dan politik dalam negeri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline