Saya dan istri memulai pernikahan tanpa warisan, tanpa rumah, dan tanpa tabungan besar. Tidak ada rekening bersama yang gemuk, tidak ada aset yang bisa dijual. Tapi kami punya satu hal yang jauh lebih berharga: visi bersama. Di malam-malam awal setelah menikah, kami tidak hanya bicara soal menu makan atau dekorasi rumah, tapi juga tentang masa depan—tentang rumah impian, pendidikan anak, dan pensiun yang tenang.
Kami sadar, jika tidak segera menyusun rencana keuangan jangka panjang, kami akan terjebak dalam rutinitas bulanan tanpa arah. Maka, kami mulai dari satu pertanyaan sederhana: Apa yang ingin kita capai dalam 5–10 tahun ke depan?
Papan Impian: Visualisasi yang Menjaga Komitmen
Kami membuat papan impian di dinding kamar. Di sana ada gambar rumah kecil dengan taman, anak mengenakan toga kelulusan, dan kami berdua duduk di kursi pantai saat pensiun. Visualisasi ini bukan sekadar dekorasi, tapi pengingat arah hidup. Setiap kali kami tergoda belanja impulsif atau merasa jenuh, kami lihat papan itu dan ingat: kami sedang membangun sesuatu yang besar.
Setiap impian kami pecah menjadi target finansial yang konkret:
- Rumah: DP minimal Rp150 juta dalam 5 tahun
- Pendidikan anak: Dana Rp300 juta untuk 15 tahun ke depan
- Pensiun: Tabungan Rp1 miliar saat usia 55
Angka-angka itu memang besar. Tapi kami tidak takut, karena kami punya sistem dan komitmen.
SMARTER Goals: Mimpi yang Bisa Dieksekusi