Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Fauzi Manik

Sumatera Utara

Pilkada, Jurnalis antara Profesi dan Prostitusi

Diperbarui: 17 Juni 2021   04:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi profesi jurnalis (pixabay)


DARI 16 yang diperintahkan MK, sebanyak 14 daerah telah melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2020. Dan sampai sejauh ini, hanya Pilkada Kabupaten Labuhanbatu, yang hasil PSU nya kembali dinyatakan ditemukan kesalahan, sehingga kembali diperintahkan untuk melaksakan PSU berikutnya.


Perintah PSU jilid II ini, dibacakan MK pada (3/6) silam. Setelah sebelumnya telah menyidangkan gugatan salah satu paslon pasca pelaksanaan PSU 24 April silam.

"Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Labuhanbatu untuk melaksanakan pemungutan suara ulang Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2020, di 2 TPS," kata Anwar saat membacakan putusan sidang, yang disiarkan secara daring ketika itu.

Keputusan MK tersebut tentunya membuat tensi politik lokal tak kunjung reda. Persaingan diantara para Paslon masih terasa memanas. Dimana salah satu alat yang dianggap efektif untuk meraih simpati masyarakat, ialah penyebaran informasi yang disiarkan melalui media. Baik di media sosial maupun media resmi seperti media masa.

Perang terbuka saling klaim, saling serang maupun saling menjatuhkan, jamak dilakukan oleh pendukung masing-masing paslon. Termasuk dengan melibatkan media masa khususnya media masa yang berbasis siber.

Bagi media massa yang salah satu tugas pokoknya ialah menyebarkan informasi, sebenarnya sudah diikat dengan kewajiban untuk menghasilkan produk jurnalistik yang mengikuti kaidah-kaidah yang telah ditentukan. Semisal independen, berimbang, akurat, pro kepada kebenaran dan lain sebagainya .

Namun kondisi riil di lapangan, ternyata jauh dari kata ideal tersebut. Berita yang disajikan ke masyarakat, ternyata masih dibuat dengan serampangan. Terlihat jelas keberpihakan, tidak dilakukan secara berimbang, malah tak sedikit berita tersebut merupakan kabar yang tidak benar. Karena itu secara kasat mata, banyak berita yang tujuannya sudah dapat kita lihat meski hanya dari judulnya saja.

Tanpa rasa bersalah, media maupun wartawannya terang-terangan mengangkangi kode etik jurnalistik. Dimana  seharusnya itu dipegang teguh dalam menjalankan kegiatan ini.

Pilih Mulia Atau Melacurkan diri

Kondisi tidak sehat ini tentu akan menimbulkan dampak yang luas bagi banyak pihak. Disatu sisi masyarakat disuguhi informasi yang belum tentu kebenarannya, sementara disisi lain, jurnalis model seperti ini, jelas mencoreng citra jurnalistik secara keseluruhan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline