Lihat ke Halaman Asli

Papua dalam Indonesia: Pandangan Seorang Remaja di Pulau Jawa

Diperbarui: 26 Juli 2021   18:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

anak-anak Papua dengan keindahan alamnya, sumber : suksesluarbiasa

      Indonesia kaya, itu nyata.  Negeri  yang dikenal dengan istilah nusantara karena terdiri atas  kepulauan dengan kekayaaan tradisi serta budaya  masing-masing. Keberagaman tersebut tetap terikat satu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan bentuk geografis terdiri atas pulau sudah dapat dipastikan Indonesia juga merupakan negara maritim. Keberagaman adalah kekayaan yang hakiki yang dimiliki bangsa Indonesia,  mulai dari suku, ras, agama, bahasa, budaya , dll.  Satu dari keragaman Indonesia adalah Papua, Papua salah satu entitas kekayaan nasional Indonesia yang memperkuat Indonesia.

     Sebagai  remaja yang yang tumbuh dan besar di pulau Jawa, saya memiliki pandangan tersendiri terhadap Papua. Bagi saya, Papua akan selalu istimewa di mata saya. Ini yang membuat saya mencoba membaca dan memahami daerah ini secara khusus dalam tulisan ini. Sebagai remaja yang hidup pulau Jawa, saya masih belum berkesempatan menjelajahi kekayaan Indonesia dari Merauke sampai ke Sabang atau dari Timur hingga Barat. Saya cukup berkesempatan ketika saya diajak ayah saya untuk berpergian ke wilayah barat Indonesia tepatnya Sumatera Barat, dan sejujurnya saya sangat memiliki pengalaman yang cukup indah saat saya ke sana. Istana Pagaruyung, Kelok Sembilan, Rumah Bung Hatta, Pantai Air Manis. Namun,  saya belum pernah berkunjung ke pulau Papua. Papua sangat menarik,  saya berusaha mengenali  tanah Papua dengan berbagai cara, yaitu memanfaatkan teknologi dengan menerapkan literasi digital dan hasilnya cukup memuaskan, tersingkaplah  potret Papua.

PAPUA LEBIH DALAM

     Dan saya mulai melihat Papua lebih dalam dengan sosial media,  saya menemukan artikel menarik yang berjudul, “Melirik Prestasi dan Keindahan Alam Papua Bumi Cendrawasih” ditulis Rismawati Idris. Dalam artikelnya, disebutkan bahwa ternyata Papua juga memiliki prestasi yang tinggi dan keindahan alam yang menyimpan banyak kekayaan. Saya semakin penasaran terhadap potensi luar biasa yang dimiliki Papua. Papua juga terkenal dengan sumber daya alamnya seperti pertambangan,  yaitu minyak bumi, gas bumi, emas, tembaga, batubara dan masih banyak lagi. Kekayaan yang terbentang luas di Papua, misalnya memiliki sumber daya alam yang tersebar di wilayah seperti Memberamo, Teluk Bintuni, selatan Mimika hingga Merauke. Flora dan fauna di Papua juga sangat beragam. Jenis flora di Papua memiliki persamaan signifikan dengan jenis flora di benua Australia.  Adapun jenis flora yang terdapat di papua adalah Auranlaris, Librocolnus, grevillea, ebny-dium, dan lain-lain. Sementara fauna di wilayah Kabupaten Intan Jaya antara lain  Cenderawasi, Kasuari, beberpa jenis Elang, Merpati, walte, Beo/Bayan/Nuri, Babi Hutan, Kangguru Tanah, Kus-Kus, Tikus tanah, Woda/ Phalayer Spp, berbagai jensi serangga, beberapa jenis burung, seperti Red Throated bee Eater, Black Headed Gonolek, Red Chested Sunbird.

      Tidak hanya satwa khas yang dimiliki Papua, alam Papua juga  sangat memesona, seperti Taman Nasional Lorentz, Taman Nasional Wasur, Teluk Triton, Puncak Jaya, Kepualauan Raja Ampat, dan masih banyak lagi. Selain itu Papua juga memiliki demografi yang menarik. Berdasarkan Wikipedia, kelompok suku asli di Papua memiliki 25 suku dengan bahasa masing-masing yang berbeda.

     Selain itu kekhasan dan keunikan  Papua amasih ada lagi, seperti Tifa, Noken, dan Papeda. Tifa merupakan alat musik khas Indonesia bagian Timur, khususnya Maluku dan Papua. Alat musik ini bentuknya menyerupai kendang dan terbuat dari kayu yang dilubangi tengahnya. Noken adalah tas tradisional khas asli Papua yang terbuat dari serat kayu.  Menurut saya ini menarik karena berbeda dengan tas-tas lain pada umumnya. Tas ini memiliki filosofinya sendiri, yaitu simbol kehidupan yang baik, perdamaian, dan kesuburan. Makanan khas, Papeda,  makanan berupa bubur sagu khas Maluku dan Papua yang biasanya disajikan dengan ikan tongkol atau mubara yang dibumbui dengan kunyit.

     Di tengah kekayaan dan keindahan yang berlimpah, Papua juga ternyata menyimpan cerita duka. Seketika saya terperangah dengan berita banyaknya peristiwa konflik bersenjata yang ada ketika saya browsing di hasil pencarian kompas, dua konflik terkini yaitu, konflik Yalimo dan konflik KKB. Konflik-tersebut tidak jarang melukai korban di Papua. Itu mungkin yang membuat Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan bahwa pemerintah secara sah dan resmi menetapkan KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua sebagai teroris, pada konferensi pers tanggal 29 April 2021). Saya tidak mengerti politik, tetapi saya juga tidak yakin masyarakat Papua suka dengan kekerasan bahkan ayah saya bercerita tentang teman-temannya yang berasal dari Papua yang menorehkan kesan bahwa orang-orang Papua itu cerdas dan mudah bergaul.

     Saya semakin penasaran bagaimana kondisi masyarakat di Papua khususnya remaja seusia saya. Saya membayangkan begitu sulitnya mereka sebagai remaja yang seharusnya memiliki kebebasan dalam bermain, berteman, dan menjalani pendidikan di tengah konflik bersenjata yang melibatkan kelompok teroris.

    Dugaan saya benar, menurut Itjen Kemendikbud bahwa hal yang menghambat kemajuan pendidikan di Provinsi Papua adalah gangguan keamanan bahkan suasana  di Kabupaten Nduga terdapat  4 ribu siswa yang sudah 2 tahun 8 bulan tidak sekolah karena konflik begitu pula terjadi hal yang di Kabupaten Intan Jaya. Beliau juga mengungkapkan problema pendidikan di provinsi Papua seperti, kendala kesejahteraan dan jaminan kehidupan bagi guru, minimnya sarana dan prasarana, hingga konflik sosial yang berdampak pada siswa. Menurut Christian, konflik antara aparat keamanan dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan masyarakat lainnya memberikan dampak besar terhadap keamanan dan jalannya pendidikan. Sementara pembelajaran jarak jauh (PJJ) tak bisa dilakukan di 64 persen wilayah Papua karena tak ada internet. Christian mengatakan ketika daerah lain melakukan belajar daring selama pandemi Covid-19, siswa di Papua terpaksa menjalankan pembelajaran di luar jaringan (luring). Data BPS tahun 2018 menunjukkan alasan tertinggi penduduk di Provinsi Papua usia 5-24 tahun yang belum pernah atau tidak bersekolah lagi adalah karena tidak ada biaya, yaitu sebesar 22,66%. Alasan kedua karena belum cukup umur, yang dirasakan kelompok umur 5-6 tahun, sebesar 22,11%. Alasan ketiga disebabkan fasilitas sekolah yang jauh, yaitu sebesar 13,52%. Alasan selanjutnya karena bekerja atau mencari nafkah sebanyak 12,73.

    Melihat data-data tersebut seketika tercipta kesedihan yang menyentuh jiwa saya terutama kepada remaja seusia saya di Papua, saya sedih melihat saudara-saudara saya di sana yang harus tertekan pendidikannya karena masalah-masalah seperti tidak ada biaya, fasilitas sekolah yang jauh, keamanan bahkan tertekan karena harus segera bekerja.

MASA DEPAN PAPUA

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline