Lihat ke Halaman Asli

Kepada Segenap Insan Perfilman Tanah Air, Terima Kasih

Diperbarui: 30 Maret 2021   17:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Di hari film nasional ke-71 tahun ini, membangkitkan kembali industri perfilman Indonesia menjadi PR besar bagi seluruh insan perfilman tanah air. Semenjak seluruh aktivitas perfilman dicengkram pandemi, semua insan perfilman tetap bergerilya demi keberlangsungan nafas sinema Indonesia. 

Insan perfilman yang dimaksud, tentu tidak hanya yang berkutat pada ekosistem industri saja, melainkan juga yang bergerak pada ekosistem 'pinggiran' dengan spirit independennya. 

Seumpama sebuah kendaraan, semua insan perfilman dari industri dan ranah independen tentu saling bahu-membahu, menjalankan fungsinya masing-masing agar tetap bisa menggerakan blantika sinema pada jalan yang seharusnya.

Krisis pada blantika perfilman Indonesia bukanlah hal yang baru, mengingat era 90an perfilman Indonesia sempat mengalami mati suri dan memilih menyerah pada film-film luar yang merajai bioskop saat itu. 

Situasi sekarang tentu berbeda dengan era 90an, walau industri saat ini sedang tiarap, namun masih ada karya-karya yang ditelurkan. Yang membedakan adalah media distribusi dan ekshibisinya, industri harus berkompromi dengan fenomena digitalisasi sinema saat ini. 

Sisi positif dari penayangan film-film lokal lewat media aplikasi streaming adalah timbulnya kedekatan antara film dan penontonnya. Kedekatan timbul dari mudahnya akses dan praktisnya cara menonton, ditambah banyak warung streaming dengan berbagai tawaran konten tontonannya masing-masing. 

Walau bioskop saat ini sudah mulai dibuka kembali di beberapa daerah, namun sudah bisa ditebak kalau menonton lewat platform streaming sudah menjadi budaya baru yang tumbuh sepanjang masa pandemi hingga saat ini.

Dilihat dari budaya menonton secara digital tersebut, terlihat jelas upaya besar yang dilakukan oleh insan perfilman dari ekosistem indstri yang sangat patut diapresiasi : tetap melestarikan pergerakan sinema walau resiko tetap ada. 

Mulai dari film yang seharusnya rilis di layar perak namun terpaksa berpindah ke layar digital, hingga film yang sedari awal memang diperuntukkan untuk rilis ekslusif secara digital. 

Pergerakan sinema pada platform digital tersebut tentu harus siap pada resiko merepotkan lainnya seperti pembajakan, dan perputaran roda pendapatan yang tidak begitu menjanjikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline