Revisi RUU KUHAP 2025 rawan memicu konflik kelembagaan antara polisi dan kejaksaan, melemahkan sistem hukum berkeadilan, serta melansir potensi penyalahgunaan kekuasaan
RUU KUHAP 2025 menimbulkan kegelisahan publik karena memberikan kewenangan penyidikan kepada jaksa, yang sebelumnya eksklusif milik kepolisian. Hal ini mengancam prinsip check and balance dalam sistem peradilan pidana.
Pembahasan yang dianggap tertutup dan minimnya pemahaman anggota DPR serta konflik lembaga membuat keadilan restoratif dan akuntabilitas hukum terancam.
Konteks Revisi dan Kontroversi
RUU KUHAP diajukan bersamaan dengan revisi UU Kejaksaan, menambahkan ruang penyidikan kepada jaksa, termasuk di luar kasus extraordinary (korupsi/HAM).
Pembahasannya dinilai kurang terbuka, peserta diskusi publik minim, sehingga LSM dan pakar hukum menyuarakan keberatan keras.
Isu Kewenangan: Dominus Litis & Tumpang Tindih
Konsep Asas Dominus Litis, yang memberi hak jaksa menentukan kelayakan perkara berlanjut, berpotensi melemahkan independensi polisi dalam penyelidikan.
Pasal 111 ayat 2 memberi hak jaksa menilai sahnya penangkapan dan penahanan oleh polisi---padahal seharusnya hanya hakim pemeriksa pendahuluan yang berwenang mengawasi aspek itu.
Pasal Bermasalah & Risiko Penjebakan
Pasal 16 RKUHAP mengadopsi kewenangan polisi untuk metode penyelidikan termasuk pembelian tersembunyi tanpa kontrol independen---potensial menjerat warga secara tidak adil tanpa rekayasa bukti atau penjebakan.