Lihat ke Halaman Asli

Fahrul Rizal bin Iskandar

Peminat Sejarah Kuno

Ketika Buah-buahan Jadi Senjata Pamungkas Sultan Aceh Perangi Portugis

Diperbarui: 9 April 2019   19:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengunjung sedang memetik rambutan di kebun milik Midrar di Lembah Seulawah, Aceh Besar, Rabu (30/1). Foto: Serambinews.com/Muhammad Nasir

Rambutan adalah salah satu buah kebanggaan masyarakat Aceh khususnya Aceh Besar, wilayah kabupaten yang dahulunya merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Aceh rupanya memang memiliki ikatan emosional yang unik dengan komoditas buah-buahan lokal seperti halnya rambutan ini. 

Sejarawan Anthony Reid dalam Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid I: Tanah di Bawah Angin mengungkapkan penuturan Francisco de. Sande (1576) tentang kekesalan orang Spanyol pada Sultan Aceh ketika itu. 

Sebuah kehinaan besar sepertinya bagi orang Spanyol ketika berhadapan dengan kenyataan bahwa "orang Moro buruk rupa yang kerdil, telanjang, dan tak beralas kaki" --julukan mereka bagi Sultan Aceh--  harus dihadapi orang Portugis dengan susah-payah di medan perang. 

Rupa kegeraman para penjajah Eropa pada kegigihan penguasa ujung paling barat pulang Sumatera itu sudah di luar batas hingga menyerapahi musuhnya dengan julukan-julukan yang tidak pantas.

Sebetulnya orang Spanyol dan Portugis bukanlah penjelajah asing pertama yang datang ke nusantara, pada tulisan sebelumnya (Kejayaan Ikan Nusantara, Dulu dan Sekarang) telah dipaparkan bahwa pusat niaga pantai nusantara yang terpenting awalnya adalah Sriwijaya, kemudian digantikan oleh Perlak/Samudera, Pasai, Melaka, Johor, Patani, Aceh, dan Brunei. 

Kemudian bahasa Melayu menjadi bahasa niaga utama di seluruh nusantara. Kelas pedagang kosmopolitan dari bandar-bandar besar di nusantara lalu dikenal sebagai orang Melayu. Sebab mereka menggunakan bahasa itu dan beragama Islam, kendati leluhurnya mungkin saja orang Jawa, Mon Khmer, Arab, India, Cina, atau Filipina bahkan Afrika sekalipun. Sedangkan "orang Moro" yang dimaksud oleh bangsa Spanyol itu adalah sebutan mereka bagi setiap orang yang beragama Islam.

Ketika bangsa Portugis menyambangi nusantara, pada kesempatan pertama mereka langsung meluluhlantakkan Bandar Melaka dan Sunda Kelapa. Adalah rasional bagi penguasa nusantara ketika itu untuk melakukan serangan balasan atas tindakan semena-mena Portugis tersebut.

Adapun orang Eropa ketika itu sebenarnya belum mengerti benar tentang iklim nusantara yang lunak. Makanan pokoknya beras, ikan, serta buah-buahan tersedia secara lebih pasti dibandingkan dengan sebagian besar dunia lainnya.

Rambutan pohon. Foto: distanbun.acehprov.go.id

Cheng Ho, seorang laksamana yang dikirimkan dinasti Ming ke nusantara sempat mengeluhkan kelangkaan beras ketika mengunjungi Lamuri, Aceh, pada abad ke-15. Tetapi terkesan oleh banyak ragamnya buah-buahan yang tersedia sehingga penduduknya terhindar dari kelaparan. Masyarakat pelaut dan pedagang ketika itu umumnya suka membiarkan tanah tidak tergarap di area perbukitan dan hutan-hutan, akan tetapi tanah-tanah itu tersedia bagi siapa pun yang ingin mengolahnya.

Salah satu cara termudah agar seseorang dapat memperoleh hak penggunaan tanah secara tetap adalah dengan penanaman pohon buah-buahan. Walaupun pekebun tidak tinggal menetap di perbukitan dan hutan-hutan yang jauh dari pantai, dia akan tetap memiliki hak atas penggunaan tanah itu hanya dengan menanam pohon langsat, rambutan, durian, manggis, jeruk besar ataupun mangga.

Pohon buah-buahan ini termasuk dalam kelompok tanaman keras yang umurnya panjang dan dapat dipanen berulang sehingga tidak merepotkan mereka ketika harus ditinggal melaut atau berdagang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline