Mohon tunggu...
Fahrul Rizal bin Iskandar
Fahrul Rizal bin Iskandar Mohon Tunggu... Administrasi - Peminat Sejarah Kuno

Dilahirkan dan menyelesaikan pendidikan sampai lulus SMA di Banda Aceh, melanjutkan pendidikan S1 Teknik Perminyakan di Yogyakarta kemudian memperoleh kesempatan kembali ke Banda Aceh untuk menyelesaikan S2 Ilmu Ekonomi dengan beasiswa Bappenas. Peminat sejarah peradaban manusia, memiliki perhatian khusus pada sejarah peradaban Islam dan Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kejayaan Ikan Nusantara, Dulu dan Sekarang

7 April 2019   00:37 Diperbarui: 7 April 2019   21:25 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelabuhan Lampulo-Banda Aceh. Foto: instagram.com/acehadventure

Hari Nelayan yang diperingati setiap tanggal 6 April pada tahun ini menjadi peringatannya yang ke-59. Nelayan merupakan profesi yang sejak dahulu kala telah ditekuni oleh nenek moyang kita di seluruh nusantara.

Menurut catatan sejarawan Anthony Reid dalam Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid I: Tanah di Bawah Angin, unsur bahan makanan nusantara ketika itu didominasi oleh beras dan ikan, dan sangat sedikit oleh hewan temak dan susu.

Sepertinya tidak ada beda antara masyarakat di kerajaan-kerajaan agraris dengan peradaban kraton mereka dengan masyarakat pelaut dan pedagang di kerajaan-kerajaan kota pelabuhan di tepi pantai.

Hanya saja masyarakat petani terbukti lebih memiliki waktu luang, antara musim tanam dan panen, hingga dapat digunakan untuk kerja bakti membangun monumen-monumen istana dan religi.

Sehingga tampaklah secara kontras perbedaan peninggalan bangunan-bangunan megah di dataran rendah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali Selatan dibandingkan dengan daerah kerajaan-kerajaan pesisir yang lebih mengutamakan ekonomi kelautan dan perdangan, seperti halnya masyarakat Bugis dan Makasar di Sulawesi ataupun masyarakat Melayu di Sumatera serta Semenanjung Malaysia. Karena para pelaut dan pedagang umumnya memerlukan waktu sepanjang hari untuk berusaha.

Keseragaman masyarakat nusantara terdapat pada lauk ikan, baik ikan tawar maupun ikan laut. Jenis lauk ini jauh lebih penting dibandingkan dengan daging hewan seperti sapi, ayam, itik, atau burung-burung yang lain.

Karena ikan ini penyebarannya merata di berbagai tempat dan kecil kemungkinan untuk di monopoli oleh kaum elit. Maka tak heran bila ikan sejak dahulu dapat dinikmati oleh orang kaya mapun miskin, bangsawan atau rakyat jelata.

Jika masyarakat pesisir menikmati jenis ikan air asin favorit seperti tuna, tongkol, kembung, dan pari, maka masyarakat pedalaman pun memiliki menu ikan air tawar favorit tersendiri seperti ikan kerling, depik, mujair, gabus, belut dan ikan mas.

Catatan khusus untuk ikan mas, karena konon bibitnya dulu didatangkan oleh pedagang dari Fujian maka masyarakat Aceh hingga sekarang pun masih menyebutnya dengan nama Eungkot China. Jadi bukanlah gombalan bila disebutkan bahwa ikan telah ikut serta membentuk kebudayaan nusantara melalui perniagaan dan bahasa.

Relief Sajian Ikan di Candi Borobudur. Foto: historia.id
Relief Sajian Ikan di Candi Borobudur. Foto: historia.id
Pentingnya peranan ikan dalam menu diet masyarakat nusantara membuatnya menjadi salah satu barang dagangan utama yang memenuhi muatan kapal yang melintasi perairan yang tenang Laut Jawa hingga Selat Malaka.

Sedangkan rempah-rempah yang memikat para pedagang dari belahan benua eropa sebenarnya hanya mata dagangan dalam jumlah kecil disamping beras, garam, ikan kering, tuak, tekstil dan barang logam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun