Lihat ke Halaman Asli

Fahri Sabililhaq

Manusia Pemula

Kebaikan yang Hanya Justru Dimanfaatkan

Diperbarui: 9 November 2022   23:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Edited by Writer

Resah memang ketika melihat kebaikan justru menjadi tunggangan orang-orang yang berkepentingan. Memanfaatkan sisi kebaikan orang lain untuk diperdaya. Hal ini sering terjadi di lingkungan sekitar penulis (bahkan pernah mengalaminya). Mungkin pembaca pernah menemui atau bahkan mengalami fenomena semacam ini.

Dalam menjalani kehidupan sosial, kita pasti akan berjumpa dengan berbagai macam manusia bersamaan dengan karakter yang melekat dalam setiap jiwanya. Berbagai watak itu membawa kita menemui hal-hal yang sebelumnya belum pernah dijumpai baik positif maupun negatif.

Dari fenomena tersebut, jika dianalogikan seakan-akan kita manusia semuanya sedang pentas di atas panggung dengan perwatakan yang telah kita pilih sendiri. Ada protagonis yang memilih menjadi baik, antagonis sebagai lawannya, maupun tritagonis yang berada di pertengahan atau memilih untuk netral tanpa memihak keduanya. Mungkin ada juga yang memainkan karakter ganda, antagonis yang menjelma menjadi protagonis misalnya.

Segala macam peran itu menjadi hak prerogatif manusia dan akan ada konsekuensi maupun suatu hal yang akan  dimintai pertanggungjawabkan pula di kemudian harinya.

Di era saat ini, beberapa orang mudah memanipulasi suatu hal untuk kepentingannya sendiri. Contohnya, katakanlah orang yang tengah menjalin asmara. Mereka terikat dalam satu hubungan, laki-laki sangat loyal terhadap pasangannya, apapun dia lakukan dengan setulus hati bahkan sampai-sampai berlebihan.

 Namun, respon perempuannya justru hanya memanfaatkan segala kebaikan 'berlebih' yang diberikan pasangannya kepadanya. Ironi memang. Dan ini bukanlah sekedar cerita fiktif belaka, melainkan ada dan nyata.

Itu baru satu contoh kecil dalam kehidupan, masih banyak contoh-contoh lainnya yang relevan dengan hal itu.

Pada akhirnya, penulis mencoba menyampaikan konklusi atau kesimpulannya bahwa segala sesuatu yang berlebihan itu tidaklah baik. Bahkan termasuk kebaikan, tidak boleh berlebihan. Kita harus tetap menjadi baik sampai akhir hayat, namun perlu digaris bawahi untuk sewajarnya saja. 

Dalam hal beragama pun demikian, tidak boleh berlebihan. Karena semuanya sudah diatur jelas 'cara mainnya', begitu pun kehidupan dengan segala lika-likunya. Semua ada 'cara mainnya'. Tugas kita tinggal ikuti 'cara main' itu untuk mendapatkan rasa tenang, pandangan terarah, dan pergerakan yang sampai pada titik tujuan.

Untuk kita yang pernah merasakan ini, tetaplah bersabar dan yakini semua hal baik ataupun buruk akan ada konsekuensinya. Semangat! Terus berbuat baik, terus ukir senyuman semesta.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline