Lihat ke Halaman Asli

Fadhilah Rafi Musyaffa

Mahasiswa Teknologi Informasi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.

Assassin's Creed: Shadows, Ekspektasi vs Realita

Diperbarui: 21 Juni 2025   18:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Poster Assassin's Creed: Shadows Sumber: PlayStasion

Dalam beberapa tahun terakhir, industri video game berkembang pesat bukan hanya dari sisi teknologi, tapi juga dalam cara gamer terlibat dan berekspresi. Game kini tak lagi sekadar hiburan; ia telah menjadi bagian dari budaya populer yang punya pengaruh besar. Apalagi dengan hadirnya platform digital seperti Steam dan PlayStation Network, atau layanan cloud gaming semacam Google Stadia, akses terhadap game makin mudah dan cepat. Dan tak kalah penting, komunitas gamer kini punya ruang besar untuk menyuarakan opini mulai dari YouTube hingga forum diskusi dan review di Steam.

Salah satu game yang menarik perhatian publik sejak awal adalah Assassin's Creed: Shadows. Bahkan sebelum dirilis, game ini sudah ramai diperbincangkan, mulai dari desain karakter hingga tema budaya yang diangkat. Tapi satu hal yang menarik: apakah komentar gamer sebelum rilis tetap konsisten setelah mereka memainkan gamenya?

Di sinilah muncul pertanyaan penting bagaimana kita bisa mengukur perubahan sentimen gamer secara objektif? Komentar di YouTube dan review di Steam punya gaya yang sangat berbeda. Belum lagi campuran bahasa, konteks, dan cara menyampaikan opini yang bisa sangat beragam.

Untuk menjawab pertanyaan itu, saya mencoba pendekatan berbasis kecerdasan buatan khususnya model deep learning bernama DistilBERT. Dengan menganalisis ribuan komentar sebelum dan sesudah perilisan Assassin's Creed: Shadows, saya ingin melihat apakah ada perubahan pola sentimen yang signifikan, dan bagaimana teknologi bisa membantu kita memahami opini publik secara lebih mendalam.

Apa Kata Penelitian Sebelumnya? 

Analisis sentimen atau kemampuan mesin untuk "membaca" emosi manusia lewat teks sudah banyak digunakan dalam dunia video game. Dengan makin banyaknya ulasan di Steam, YouTube, dan media sosial, para peneliti pun mulai tertarik memahami bagaimana opini gamer terbentuk dan berubah.

Salah satu studi menarik datang dari Fadhlurrahman dkk. (2023), yang membandingkan tiga pendekatan AI untuk membaca sentimen dalam review game di Steam. Mereka menemukan bahwa kombinasi model BiLSTM dan BERT ternyata lebih akurat dibanding BERT saja. Artinya, kadang gabungan dua model bisa "membaca" perasaan gamer dengan lebih baik.

Penelitian lain dari Abdul Rahman dkk. (2024) justru mencoba memprediksi apakah gamer akan berhenti bermain alias churn berdasarkan nada ulasan mereka. Hasilnya? Sentimen negatif memang berkorelasi kuat dengan kemungkinan gamer akan meninggalkan game. Jadi bukan hanya soal komentar positif atau negatif, tapi juga bisa berdampak pada bisnis.

Namun begitu, kebanyakan penelitian sebelumnya hanya fokus pada satu platform, misalnya hanya Steam saja. Padahal gaya bahasa gamer di YouTube bisa jauh lebih santai dan informal, berbeda dengan review di Steam yang sering kali lebih panjang dan terstruktur. Belum lagi opini gamer bisa berubah drastis sebelum dan sesudah game dirilis. Sayangnya, aspek "waktu" ini jarang diperhatikan dalam studi-studi sebelumnya.

Di sinilah model bernama DistilBERT jadi menarik. Ia adalah versi ringan dari model AI populer BERT, yang bisa memproses teks lebih cepat tanpa terlalu mengorbankan akurasi. Cocok untuk analisis data dalam jumlah besar seperti ribuan komentar atau ulasan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline